Ketika Kau tak Di Sisiku, Aku......
Hai, namaku Arisanti, biasanya sih dipanggil Risa, bisa juga dipanggil Santi, tapi jangan pernah panggil aku Ari! karena aku bukan cowok! Umurku saat ini 25 tahun dan baru saja menikah tiga bulan yang lalu. Suamiku seorang pelaut yang bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan di lautan lepas. Baru tiga bulan dia cuti tapi kini dia harus kembali melaut. Aku bertemu dengan mas Agung setelah dikenalkan oleh teman kuliah S2 ku. Sejak saat itu hubungan kami makin akrab hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Awalnya aku tidak memutuskan untuk berkarir setelah lulus S2, karena bagiku sendiri pendidikan bukan semata untuk mencari kerja. Namun mas Agung menyuruhku agar memiliki kegiatan agar aku tidak bosan di rumah.
Ya… benar juga sih, dari pada aku hanya bengong sendiri di rumah mending aku cari kegiatan. Akhirnya aku membuka butik kecil, sekedar untuk mengisi waktu dan menyalurkan hobi fashionku. Sejak mas Agung kembali melaut, aku hanya ditemani pembantuku Pak Karmin di rumah. Sebelum pergi, suamiku memang meminta Pak Karmin menjagaku. Tentu saja menjagaku dalam artian sebenarnya. Mengenai pembantu kami Pak Karmin, dia sudah berkerja di keluarga suamiku sejak dulu. Setelah aku dan suamiku menikah, suamiku membawa Pak Karmin ikut bersama kami di sini. Dia bertugas beres-beres rumah dan memasak. Tapi untuk mencuci dan menggosok aku masih mengerjakannya sendiri, karena aku tidak nyaman bila pakaianku disentuh oleh orang lain, terutama pakaian dalamku. Meski sudah berumur dan agak kurus, tapi badannya masih terlihat kuat, urat-uratnya terlihat menonjol di lengannya. Mungkin di masa mudanya dia adalah seorang pekerja keras, dia tidak tampak seperti berumur lima puluh tahun. Padahal baru satu minggu, tapi aku sudah rindu belaian suamiku. Ku putuskan untuk masturbasi sendiri sambil mandi di kamar mandi. Aku pilih kamar mandi yang ada di dekat dapur karena kamar mandi di kamarku sedang rusak. Lagi asik-asiknya mandi, eh tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, ternyata Pak Karmin. Tentu saja aku langsung teriak.
“Paaaakkkk….!!”
“Eh, ma-maaf non, saya kira tidak ada orang di dalam” katanya membela diri.
“Braakk” kubanting pintu di depannya.
“Maaf non, saya betul-betul tidak sengaja” katanya lagi dari luar.
Aku hanya diam saja karena masih kesal, tidak lama kemudian terdengar langkah kakinya menjauh. Sebenarnya salahku juga sih, udah tau sedang mandi, pake lupa ngunci pintu segala.
Saat keluar dari kamar mandi, ku lihat Pak Karmin sedang berdiri di dapur, sepertinya dia menungguku mandi dari tadi.
“Tuh Pak, kamar mandinya udah kosong…” kataku padanya. Tapi ku lihat dia malah melongo ke arahku, sepertinya dia terpesona melihat tubuh putih mulusku yang hanya di balut handuk putih ini, belahan dada dan paha atasku dengan jelas dapat dilihat olehnya. Tatapan yang sangat kurang ajar, padahal aku ini kan istri majikannya.
“Pak? Gak jadi ke kamar mandinya?”
“Eh, I-iya non, Ngmm… maaf yang tadi…”
“Iya, gak apa.. kan gak sengaja” jawabku santai.
Dia lalu berjalan sambil mengangkang, sepertinya dia betul-betul sedang kebelet, aku sampai tertawa melihat gaya berjalannya itu. Akupun juga beranjak dari sana menuju kamarku. Duh, aku baru ingat kalau pakaian dalamku tertinggal di kamar mandi. Setelah selesai memakai baju, aku kembali ke sana. Pak Karmin sudah tidak ada di kamar mandi, sepertinya dia sudah kembali ke kamarnya. Akhirnya ku temukan pakaian dalamku, syukurlah masih tergantung di tempatnya . Tapi tunggu… ku lihat ada noda putih di celana dalamku. Karena penasaran ku coba merabanya. Lengket! Apa jangan-jangan ini… ku coba mencium baunya, bau bayclin! Tidak salah lagi, ini peju! Sungguh kurang ajar, siapa lagi pelakunya kalau bukan Pak Karmin. Seenaknya ngepejuin celana dalam istri majikannya. Baru seminggu ditinggal pergi suamiku, dia sudah ngelunjak dan berbuat tidak senonoh begini. Tapi entah kenapa aku merasakan suatu getaran didadaku. Baru kali ini aku memegang dan mencium sperma laki-laki lain selain milik suamiku, apalagi itu sperma milik Pak Karmin, kacungku. Suatu sensasi yang aneh. Ya sudahlah, untuk kali ini ku maafkan dirinya, mungkin dia lagi horni. Ku letakkan pakaian dalamku itu ke tempat cucian kotor. Esoknya, entah kenapa aku punya ide gila. Kali ini setelah selesai mandi pagi, aku malah sengaja meninggalkan celana dalam dan bra ku di kamar mandi. Aku penasaran apakah kali ini Pak Karmin akan mengulangi perbuatannya kemarin. Setelah menunggu sekian lama dan memastikan Pak Karmin sudah pernah masuk ke kamar mandi. Aku kembali menjemput pakaian dalamku itu. Dan.. benar saja, celana dalamku dipejuinnya lagi. Sungguh kurang ajar. Kalau suamiku tau, bisa dihajar tuh kacung, seenaknya saja ngepejuin dalaman istrinya yang cantik ini. Seharusnya aku mengadukan perbuatannya ini ke suamiku, tapi karena aku adalah istri majikan yang baik, maka tidak ku lakukan, hihihi. Akhirnya ku letakkan lagi celana dalamku yang penuh sperma itu ke tumpukan cucian kotor. Setiap hari, aku selalu berbaik hati meninggalkan celana dalamku saat selesai mandi. Yang tentu saja terus berlumuran peju Pak Karmin karenanya. Aku cuek saja pura-pura tidak tahu. Tapi si Karmin ini makin lama makin menjadi-jadi saja perangainya, mentang-mentang tidak pernah ku tegur. Pernah dia malah sengaja menumpahkan spermanya di dalam lemari kecil tempat aku meletakkan dalamanku, membuat seluruh dalamanku jadi kotor berlumuran spermanya. Tentu saja harus ku cuci semua, terpaksa hari itu aku tidak pakai dalaman. Bahkan kemarin ini dia malah menumpahkannya di tempat tidurku, membuat bantal yang biasa ku gunakan terkena ceceran pejunya. Terpaksa tadi malam aku harus tidur dengan bau pejunya itu. Dan karena aku biasa tidur telanjang, membuat kulitku jadi bersentuhan langsung dengan bekas-bekas noda spermanya itu.
“Wihh.. seger nih non baru selesai mandi” godanya melihat aku yang baru saja selesai mandi pagi.
Saat itu aku mengenakan daster tipis sebatas paha, dan gara-gara seluruh dalamanku masih dicuci karena bekas dipejuin olehnya, aku jadi tidak memakai apa-apa lagi di balik daster ini. Daster yang ku kenakan saat ini salah satu favorit suamiku, mas Agung sangat suka melihat aku mengenakan ini, sangat seksi katanya. Tapi kali ini aku mengenakannya di hadapan kacungku, bahkan tanpa dalaman apa-apa lagi dibaliknya.
Pak Karmin
Dengan cuek ku duduk sambil menonton tv, ku silangkan kakiku sehingga paha putihku makin terekspos. Pak Karmin yang sedang melihatku mungkin sedang meneguk ludah sekarang. Tidak lama kemudian dia buru-buru ke kamar mandi, apa lagi kalau bukan membuang pejunya ke celana dalamku yang sudah ku sediakan untuknya. Saat mandi sore harinya, aku berniat untuk mengulanginya kembali, entah kenapa aku jadi ketagihan menggoda kacungku ini. Akupun mandi seperti biasa terlebih dahulu, tapi duh… aku kehabisan shampo. Untung masih ada stocknya di lemari yang ada di dapur. Aku lalu keluar dari kamar mandi, dengan telanjang bulat tentunya, soalnya setahuku Pak Karmin sedang ke warung. Dengan santainya aku berjalan bugil menuju dapur, lalu membuka lemari gantung tempat stock peralatan mandi, tapi tidak ku temukan apa yang kucari di sana.
“Cari apa non?”
Degh, aku terkejut, ternyata Pak Karmin sudah kembali. Tubuh telanjangku terpampang bebas di hadapannya. Sontak aku langsung menutupi tubuh telanjangku seadaanya, tangan kananku menutupi vaginaku, dan tangan kiriku menutupi buah dadaku, tapi hanya putingnya saja yang ku usahakan tertutup. Aku betul-betul malu telanjang seperti ini di hadapannya. Tapi ada perasaan aneh telanjang seperti ini di depan orang lain yang bukan suamiku, terlebih orang itu kacungku.
“Cari shampo pak.. dimana yah? Kok gak ada?” tanyaku sambil tetap berdiri disana dengan masih bertelanjang bulat.
“Itu non, di sebelahnya” katanya menunjuk ke pintu lemari sebelahnya.
Aku ingin membuka lemari itu dan mengambil yang aku cari, tapi bila ku lakukan tentu saja aku harus melepaskan tanganku, yang tentunya harus mengorbankan puting payudara atau vaginaku tidak tertutupi lagi. Seakan tahu yang sedang ku pikirkan, Pak Karmin menawarkan bantuan.
“Sini non, saya ambilkan” katanya mendekat ke arahku, sesaat kulitku bersentuhan dengan bajunya, tapi segera ku geser tubuhku.
“Yang mana non?” tanyanya menatap ke arahku, khususnya ke arah buah dadaku yang terlihat mengkilap karena masih basah. Meski agak risih tapi aku berusaha tetap santai.
“Itu Pak, yang botol biru” Dia lalu mengambilnya dan meletakkan di atas meja.
“Sabunnya gak sekalian non?”
“Ng… iya deh Pak” Dia ambilkan juga sebotol sabun cair yang memang cuma tinggal satu-satunya disana.
“Pasta giginya?” tanyanya lagi. Hmm.. ku yakin kalau dia cuma ingin aku berlama-lama di sini.
“Gak Pak, masih ada” jawabku, dia tutup kembali pintu lemari tersebut. Sekarang masalahnya sama seperti tadi, bagaimana caranya aku membawa botol-botol itu. Ada dua botol yang harus dipegang oleh masing-masing tanganku, dan jika ku lakukan buah dada dan vaginaku yang harus jadi korban. Pak Karmin senyum-senyum saja melihat tingkahku, dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.
“Sini saya bawakan non..” katanya mengambil botol-botol itu dan berjalan menuju kamar mandi, aku masih berdiri diam saja di sini. Saat di depan kamar mandi dia berhenti dan menatap ke arahku.
“Non, bisa tolong bantu buka pintunya?” ujarnya.
“Eh, iya Pak..” aku lalu berjalan ke arahnya sambil tetap menutupi bagian terlarang tubuhku dengan tangan, lalu memunggunginya saat di depan pintu kamar mandi. Dengan tangan kiri yang tadi menutupi puting payudaraku, ku buka kamar mandi. Untung saja posisiku membelakanginya, sehingga buah dadaku yang tidak tertutup apa-apa lagi ini tidak sampai terlihat olehnya. Sungguh aneh rasanya, aku yang sedang bertelanjang bulat mempersilahkan orang lain masuk ke kamar mandi. Diapun masuk ke dalam diikuti olehku. Pintu kamar mandiku ini memang otomatis akan tertutup setelah terbuka, jadilah kini aku terkurung bersama kacungku di kamar mandi yang tertutup. Sungguh keadaan yang sangat ganjil, seorang wanita yang sudah bersuami sedang bertelanjang bulat bersama kacungnya di dalam kamar mandi. Dia lalu meletakkan botol-botol itu di tempatnya.
“Ada yang lain non?”
“Gak Pak, itu aja... makasih yah”
“Hehe, dikirain mau tolong sekalian dimandikan” katanya sambil menatap diriku. Tatapan yang membuatku risih namun juga membuatku jadi horni. Aku hanya tersenyum kecil mendengar omongannya itu.
“Ya udah non, tapi saya permisi mau kencing dulu” katanya tiba-tiba membuka resleting celananya lalu mengeluarkan kemaluannya.
Sungguh kurang ajar, padahal ada aku di sana. Ku lihat penisnya berwarna hitam dan sangat besar, berbeda dengan punya suamiku yang standar, mungkin karena Pak Karmin ini tipe orang pekerja keras. Dia lalu mengarahkan penisnya ke lubang wc dan mulai kencing. Aku masih berdiri di dekat pintu sambil tetap menutupi tubuhku seadanya dengan tangan, padahal bila aku mau aku bisa saja menyambar handuk dan menutupi tubuh telanjangku ini. Kulihat tidak ada lagi air yang memancar dari ujung penisnya, tapi dianya malah mengurut-urut penisnya sendiri.
“Kok lama sih pak?”
“Iya non, belum keluar semuanya”
“Bukannya udah Pak? Apa lagi yang mau dikeluarkan?” Jangan jangan….
“Yang putih kental belum non… gak apa kan saya keluarkan sekalian di sini? hehe” pintanya kurang ajar.
“Maksud bapak?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Itu non, peju… hehehe, boleh kan saya ngocok sebentar? Udah tanggung nih, non nya disini saja” katanya sambil tetap menatap tubuh telanjangku. Gila, dia minta ditemani onani, oleh aku yang istri majikannya ini. Sungguh sangat kurang ajar.
Tapi aku malah menganggukkan kepalaku tanda setuju, yang langsung disambut tawa cengengesan mesumnya itu, kocokan tangannya juga makin cepat. Penisnya yang hitam dan dekil itu tampak makin bertambah besar dan keras saja. Aku jadi bergidik dibuatnya, memikirkan seandainya penis itu masuk ke vaginaku, pasti bakalan sesak dan penuh di vaginaku. Duh, aku jadi berpikir yang tidak-tidak karena horni. Dia terus mengocok penisnya sendiri sambil terus memandang tubuh telanjangku, aku betul-betul merasa malu, tapi sangat horni juga dipandangi begini.
“Cepetan Pak, saya mau mandi”
“Mandi aja non… saya gak ganggu kok…”
Memang dia tidak ganggu, tapi mana mungkin aku mandi telanjang di depannya. Tapi aku akhirnya tetap menuju ke arah shower dan menyalakannya. Sekarang tubuh putih mulusku kembali basah terguyur air, dan itu di hadapan kacungku yang buruk rupa ini. Makin cepatlah kocokan tangannya pada penisnya itu.
“Non, saya pinjam celana dalamnya yah…” katanya yang tanpa persetujuanku mengambil celana dalamku yang tergantung di sana. Dia gunakan itu sebagai pembungkus penisnya, kulihat nafasnya makin memburu dan…
“Crooott…. crooott… crooot” Spermanya tumpah di celana dalamku, kali ini dia melakukannya secara langsung di hadapanku si empunya celana dalam itu.
Aku sampai melotot melihat tingkah kurang ajarnya ini. Tanpa perasaan bersalah dia menggantungnya kembali ke gantungan pakaian setelah melumuri celana dalamku dengan cairan hinanya itu. Dia lalu menaiikan resletingnya kembali lalu berjalan membuka pintu.
“Makasih yah non… hehehe” ujarnya, aku hanya membalasnya denga senyum kecut.
Sungguh gila apa yang baru saja terjadi, aku tidak percaya kalau aku membiarkannya berbuat tidak senonoh seperti itu padaku. Sekarang aku betul-betul sangat horni karena kejadian barusan. Ku putuskan untuk bermasturbasi sambil tetap diguyur shower. Ku mainkan vaginaku sendiri yang memang sudah becek dari tadi. Tidak butuh waktu lama, “creeet.. creett” cairan bening memancar dengan derasnya dari vaginaku, aku squirting! Baru kali ini aku mengalaminya, dan itu di dapat dari tanganku sendiri!
***
Toyib
Esoknya, tukang ledeng datang untuk memperbaiki kamar mandi yang ada di kamarku. Yang kutahu orang ini kenalannya si Karmin, sepertinya umurnya jauh lebih muda dari Pak Karmin, mungkin sekitar tiga puluhan. Tapi tetap saja wajahnya sebelas dua belas dengan Pak Karmin ini, buruk rupa.
“Udah beres Bu..” kata si Toyib tukang ledeng ini keluar dari kamarku.
“Iya Pak, ini minum dulu airnya” kataku menawarkan kopi padanya.
“Makasih bu..”
“Udah lancar kan Pak?” tanyaku basa-basi.
“Udah kok Bu, silahkan di cek”
“Panggil non Risa aja Pak…” kataku sambil tersenyum padanya.
“Ya udah, saya tinggal bentar yah Pak. Mau mandi dulu sekalian ngecek udah lancar apa belum” kataku lagi meninggalkan mereka. Aku pun masuk ke kamarku, melepaskan bajuku lalu masuk ke kamar mandi. Memang sudah lancar, tidak mampet lagi seperti sebelumnya. Akupun mandi seperti biasa di sini.
“Tok tok tok” terdengar suara ketukan di pintu kamar mandi, siapa lagi kalau bukan Pak Karmin. Ku buka sedikit pintu kamar mandi dan kukeluarkan kepalaku.
“Iya Pak? Ada apa sih?” tanyaku yang merasa terganggu.
Ternyata tidak hanya Pak Karmin di sana, tapi juga si Toyib. Gila saja, tubuh telanjangku hanya dibatasi sebuah pintu, yang mana di sisi sebelah sana ada pembantuku dan orang asing tukang ledeng.
“Ini non, si Toyib mau ambil perkakasnya yang ketinggalan, sekaligus mau ngecek kalau airnya udah beneran lancar” terang pak Karmin.
“Udah lancar kok Pak... bentar saya ambilkan” kataku lalu menutup pintu. Tidak lama ku buka kembali pintunya sambil membawa beberapa kunci kepunyaan si Toyib.
“Ini Pak…” kataku sambil mengulurkan tanganku menyerahkan kunci-kunci itu.
“Makasih non… gak ada masalah kan non?” tanya si Toyib.
“Agak goyang dikit tuh Pak kerannya…”
“Wah, harus cepat diperbaiki tuh Yib” ujar pak Karmin sok ngerti pada Toyib.
“Benar tuh, saya perbaiki bentar yah non” kata Toyib sambil melangkahkan kakinya mendekat ke pintu kamar mandi.
“Eh, eh, bentar. Risa pakai handuk dulu” kataku sambil menutup pintu, aku tidak mau kecolongan lagi kali ini. Setelah melilitkan handuk, kubuka lagi pintu kamar mandi dan mempersilahkan mereka masuk.
Si Toyib ini lalu mencoba memperbaiki keran air yang longgar itu, bukannya baikan, malah tambah parah. Selang itu patah membuat airnya jadi muncrat tidak karuan.
“Pak, tolong bantu pegang” suruh Toyib tampak panik pada Pak Karmin.
“Non juga tolong pegangi sebelah sana” suruhnya padaku. Kok aku harus ikutan juga sih? tapi tetap ku turuti perintahnya dan memegang selang itu. Air yang muncrat kini bertambah deras dan membasahi handuk yang ku kenakan.
“Jleb!!” Handukku jatuh dari tubuhku, mungkin karena basah yang membuat handuk ini jadi berat sehingga terjatuh, lagian tadi aku makainya juga sembarangan karena buru-buru. Tentu saja mata mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Jadilah kini tubuh telanjangku terpampang dihadapan mereka berdua, yang seorang kacung dan seorang tukang ledeng. Tampak wajah si Toyib melongo melihat pemandangan ini, begitupun si Karmin, akhirnya dia kesampaian melihat vagina dan puting payudaraku. Aku langsung beraksi menutupi tubuhku dengan tangan.
“Duh Non, jangan dilepaskan dong, muncrat kan airnya” Kata si Toyib beralasan.
Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini, tapi ku turuti juga perintahnya dan kembali membantu mereka memegang selang itu sehingga vagina dan buah dadaku kembali terbuka untuk dinikmati oleh mata mereka. Di sini, aku satu-satunya wanita, sedang bertelanjang bulat di tengah pria-pria yang statusnya jauh di bawahku. Risih, takut, malu, dan horni semuanya bercampur jadi satu. Selama beberapa saat aku terus disini memegangi selang ini, mereka juga sesekali melirik ke arahku, menatap lekat-lekat tubuh telanjangku ini. Yang selama ini hanya suamiku yang melihatnya, kini sedang dipelototi dengan tatapan mesum oleh pria-pria ini. Akhirnya selesai juga, aku langsung berlari keluar untuk mengenakan handukku yang lain. Tidak lama mereka juga keluar dari kamar mandi.
“Maaf yah non, tadi kita gak sengaja ngelihat, hehe” ujar Toyib.
“Ya sudah Pak… saya mau lanjutin mandi dulu, udah bener kan Pak? gak ada masalah lagi kan? Awas kalau muncrat lagi”
“Iya Non, gak bakal muncrat kok, cuma kita nih yang belum muncrat, hehehe” ujar si Toyib
aku hanya nyengir saja sambil masuk ke kamar mandi. Aku jadi horni lagi karena kejadian barusan, dan lagi-lagi aku memutuskan untuk bermasturbasi di dalam sini, aku tidak peduli kalau mereka mungkin masih ada di kamarku. Saat selesai mandi dan kembali ke kamar, aku terkejut menemukan banyak ceceran sperma di lantai. Sepertinya mereka juga bermasturbasi saat aku mandi tadi, hingga menumpahkan sperma mereka dengan sembarangan di lantai kamarku. Terpaksa aku yang repot membersihkannya. Setelah berpakaian akupun kembali ke depan, ku lihat mereka sedang asik ngobrol. Saat sadar aku datang, mereka berhenti ngobrol dan senyum-senyum ke arahku.
“Gimana Non? Enak?” tanya Toyib.
“Hmm? Enak apa yah Pak?” tunggu, apa mereka tahu kalau aku tadi bermasturbasi di kamar mandi? Berarti mereka mengintipku tadi, sungguh kurang ajar. Tapi ku coba untuk tetap santai.
“…Iya Pak, enak” jawabku cuek.
“Kalau mau kita bisa tuh bantu, iya gak Pak?” kata Toyib ini.
“Bantu ngapain yah Pak?”
“Bantu biar tambah enak lagi Non, mau gak? Hehehe” ujar Toyib.
Aku paham maksud mereka, sungguh kurang ajar mereka berbicara seperti itu padaku. Tapi aku malah jadi berdebar-debar mengikuti obrolan mereka ini. Penasaran juga sih bagaimana rasanya batang kemaluan mereka menghujam vaginaku, mumpung suamiku lagi jauh di sana, hihihi. Kuputuskan menggoda mereka lebih jauh.
“Emangnya Risa mau diapain Pak?”
“Dibikin kelojotan gitu Non… dari pada pakai tangan sendiri, mending sama punya kita, hehe” kata mereka terang-terangan, jelaslah kalau mereka tadi memang mengintipku saat mandi.
“Memang bapak-bapaknya belum puas? Udah muncrat juga kan tadi? Capek tuh Risa ngelapnya”
“Hehe, maaf yah non… habisnya kita gak tahan sih” kata Pak Karmin. Aku senyum-senyum saja mendengar omongannya. Iya sih, siapa juga yang tidak tahan setelah melihat tubuh telanjangku, suamiku saja berkali-kali memuji dan mengaguminya, apalagi dari orang-orang seperti mereka. Selangkanganku terasa basah kembali, aku horni lagi!
“Pak, itu bajunya basah kan gara-gara tadi? Lepaskan aja dulu… ntar masuk angin lagi” ujarku pada mereka.
“Wah iya nih non, masih basah” kata pak Karmin sambil meraba-raba pakaiannya.
“Sini Pak…” aku lalu berdiri di depannya dan membantu melepaskan bajunya.
Pak Karmin nurut saja dilepaskan baju olehku. Kulakukan hal yang sama pada si Toyib. Sekarang mereka sudah bertelanjang dada, meski tampak kurus, tapi dada mereka begitu kekar dan berbidang.
“Risa ambilkan bajunya mas Agung yah Pak, ini biar di cuci dulu” kataku bangkit sambil membawa pakaian mereka.
Aku kemudian menuju kamarku, tapi ku lihat mereka ikut-ikutan bangkit mengikutiku ke dalam kamar. Jadilah kini aku berada di antara mereka yang sedang telanjang dada di dalam kamarku sendiri. Jantungku betul-betul berdebar dengan kencangnya.
“Lho kok ikutan sih Pak?” tanyaku, mereka hanya cengengesan saling berpandangan.
Aku pura-pura cuek saja, aku lalu membuka lemari baju dan mengambil dua kaos suamiku untuk mereka.
“Nih Pak, silahkan dipakai. Pak Karmin juga nih silahkan” kataku sambil menyerahkan kaos itu.
“Enakan gini aja deh Non, lebih adem, iya ga Yib?”
“Benar tuh Pak, hehehe, kalau bisa sih celana juga, biar makin adem” jawab Toyib mengiyakan.
“Emangnya celananya basah juga yah Pak?” tanyaku melirik ke celana mereka, tampak tonjolan yang cukup besar di selangkangan mereka. Ternyata mereka sudah ereksi, gawat.
“Iya nih non Risa, basah”
“Ya sudah, buka aja…” kataku, entah kenapa aku menyetujuinya.
Mereka lalu mulai membuka celana, bahkan beserta celana dalamnya. Sekarang mereka telanjang di kamarku! Tampak batang kemaluan mereka tegak dengan mantapnya, seakan menantang vaginaku untuk dimasuki. Ukuran batang penis si Toyib ternyata hampir sama besar dengan Pak Karmin, meski tidak sepanjang punyanya Pak Karmin, tapi sedikit lebih tebal, rambut kemaluannya juga tampak lebih lebat. Mereka lalu mengocok penis mereka masing-masing, sungguh mesum dan kurang ajar.
“Pak, ngapain sih?” kataku dengan nada keras.
“Coli non… gak apa kan kita coli di depan non bentar, hehehe” kata Toyib.
Sungguh kurang ajar permintaan mereka, tapi sensasi yang sedang kurasakan ini sungguh luar biasa, entah kenapa aku jadi menikmati dipandangi dan dijadikan bahan onani oleh mereka, yang seorang kacung dan tukang ledeng ini.
“Iya deh Pak, tapi cepetan…” kataku setuju. Maafin mama yah Pa, istrimu cuma dijadikan bahan coli aja kok, mereka cuma coli doang kok di kamar kita ini, hihihi… batinku sambil menatap potret suamiku yang ada di atas meja.
“Non, boleh gak kita liat susunya lagi, hehehe” Pinta Toyib. Apa? Dia pikir aku ini apaan? Tapi dasarnya aku sedang horni, penasaran juga rasanya sama-sama telanjang dengan pria lain yang bukan suamiku di kamarku ini.
“Ngmmm… tapi biaya perbaikan ledeng tadi gratis yah Pak?” tawarku yang sebenarnya hanya bercanda, tapi lumayan juga kalau dia setuju.
“Oke deh non, gak masalah, hehe”
“Kalau Pak Karmin, gajinya Risa potong setengah yah…” kataku sambil menatap Pak Karmin.
“Yah, masa dipotong sampai setengah sih non? Banyak amat” tolaknya. Dasar, gak mau rugi amat.
“Ya udah, ntar Pak Karmin bersihkan tuh gudang belakang” suruhku, barulah dia setuju.
Dengan dada berdebar aku lalu membuka baju kaosku, akhirnya aku juga telanjang dada di hadapan mereka. Suatu perasaan menggelitik seperti kesetrum, sungguh sensasional. Buah dadaku yang bulat membusung kini terekspos bebas dihadapan pria-pria lusuh ini. Biasanya hanya suamiku yang melihatnya, tapi kini ada dua pria lain.
“Duh, mantap banget, gak tahan pengen pegang, hehehe” kata Pak Karmin dengan menggerak-gerakkan tangannya sendiri seperti meremas.
“Mau ngapain Pak? Inget jangan macam-macam” kataku tegas.
“Hehe, iya non.. maaf deh”
“Hehe, beruntung banget bapak punya majikan kaya Non Risa ini” kata Toyib.
“Iya, gue gitu loh” kata Pak Karmin yang entah kenapa berlagak sombong begitu.
“Pintu depan udah dikunci kan Pak? Ntar kalau ada orang masuk bisa gawat” tanyaku padanya.
“Udah kok Non, tenang aja…” katanya.
“Ya udah cepetan…” suruhku. Mereka lalu mulai mengocok penis mereka sendiri di depanku. Tampak batang penis mereka makin tegang dan membesar, urat-urat menonjol dari penis mereka membuat aku bergidik melihatnya.
“Tanggung nih Non, telanjang dong, biar lebih cepat keluarnya” pinta Toyib ngelunjak.
Aku berpikir keras, apa aku harus telanjang bulat lagi di hadapan mereka? Tapi ya sudah, mereka juga sudah melihat tubuh telanjangku tadi, lagian mungkin dengan itu mereka bakal cepat keluar. Aku lalu menarik celana pendek selututku itu, kemudian dengan gerakan perlahan membuka celana dalamku sehingga aku kembali bugil di hadapan mereka. Mas, sekarang istrimu bugil lagi lho di hadapan mereka, pura-pura gak tahu aja yah mas, hihihi… batinku lagi saat kembali melihat potret suamiku.
“Gila, mantap banget, masih pink, seger banget tuh memek, pengen gue sodok rasanya” Ujar Toyib vulgar. Vaginaku memang rajin kurawat, tentu saja tujuannya memang untuk suamiku. Warnanya juga masih pink dan tentu saja masih sempit. Kulihat mereka makin cepat mengocok penisnya, aku juga sebenarnya juga makin horni. Rasanya aku ingin menggesek-gesekkan jariku pada klirotisku saat ini juga. Tapi mana mungkin aku melakukannnya di depan mereka, gengsi dong. Vaginaku terasa sangat becek, bahkan ada cairan yang mengalir jatuh melewati pahaku, dan sepertinya hal itu kelihatan oleh mereka. Duh, jantungku berdebar kencang, begitu memalukan.
“Udah becek yah Non? hehe” tanya Pak Karmin melihat keadaanku yang tampak tidak tenang, aku hanya tersenyum kecut.
“Non, kita boleh coba satu celup gak?” katanya lagi.
“Gak!” kataku menolak. Gila aja aku disetubuhi mereka, tapi di hati memang penasaran juga sih, lagian aku sudah sangat horni sekarang, hihihi.
“Yah, boleh yah Non… bentar aja kok… Mas Agung kan lagi gak ada, gak bakal tahu kok suami Non.. hehehe…”
“Iya, gak baik lho nahan-nahan… sini kita bantu” ujar Toyib ikut-ikutan.
“Tapi kan Pak…” aku masih ragu, masa aku harus mengkhianati suamiku seperti ini. Apalagi melakukannya dengan mereka, tapi aku sangat horniii… gimana dooong.
“Janji kok Non cuma sekali ini aja, cuma mau bantuin Non Risa aja kok… kita juga udah gak tahan nih, apalagi saya, sejak mas Agung menikah dengan Non Risa saya udah mupeng berat tiap liat Non, hehehe…” kata Pak Karmin terus mencoba membujukku untuk disetubuhi. Akhirnya aku luluh juga. Soalnya aku memang sedang horni berat sih, butuh sesuatu untuk memuaskan nafsuku saat ini, rasanya tidak cukup hanya dengan tanganku sendiri. Lagian gak masalah rasanya kalo cuma sekali, cintaku tetap untuk suamiku.
“Janji yah Pak cuma sekali?”
“Iya kok cuma sekali untuk hari ini, besok sekali lagi, hehehe” kata Pak Karmin seenaknya. Tapi aku malah tersenyum mendengarnya.
Aku lalu menatap foto suamiku.Mas, aku minta izin dientotin mereka yah… Cuma bentar kok.. habisnya gak tahan sih, cintaku tetap untuk mas kok.. batinku.
“Ya udah Pak…” setujuku, tampak mereka begitu kegirangan dengan wajah mesum.
Aku yang sudah sangat horni lalu menarik tangan mereka berdua ke ranjang, aku sudah betul-betul tidak tahan untuk dipuasi. Pak Karmin langsung menindih tubuhku, kulit kasarnya yang hitam bergesekan dengan kulit putih mulusku. Dia lalu dengan ganasnya mencium bibir tipisku sambil meremas buah dadaku, aku yang memang sudah bernafsu mencoba mengimbangi dan membalas ciumannya. Sedangkan Toyib saat ini sedang menjilati bagian tubuhku yang lain seperti tangan, perut dan pahaku sambil tangannya juga meremas buah dadaku yang satunya. Baru kali ini aku merasakan hal seperti ini, dikeroyok oleh dua orang laki-laki, terlebih orang itu kacung dan tukang ledeng, betul-betul gila. Sekarang gantian Toyib yang menciumi bibirku, sedangkan Pak Karmin mengulum buah dadaku, menjilati dan menggigit-gigit puting payudaraku yang sudah tegak mancung. Tangan Pak Karmin juga dengan nakalnya mengulek-ulek vaginaku, membuat aku jadi mendesah kenikmatan. Sambil tetap berciuman denganku, si Toyib juga ikut-ikutan memainkan jarinya di vaginaku. Jadilah lubang vaginaku kini dipenuhi oleh jari-jari mereka berdua, aku merasa seperti kesetrum karena rangsangan mereka yang tidak ada habis-habisnya itu. Bahkan aku sampai klimaks dibuatnya.
“Udahan pak.. cepat masukin…” suruhku karena sudah tidak tahan, vaginaku betul-betul gatal pengen disodok. Pak Karmin lalu memposisikan tubuhnya di hadapanku, lalu mulai memasukkan penisnya ke dalam vaginaku yang sudah amat becek.
“Ngghh.. iya Pak… terus, entotin Risa” racauku mendesah kenikmatan. Pompaan penis Pak Karmin semakin cepat, goyangannya sangat kasar membuat tubuhku terhentak-hentak. Aku tidak dapat membayangkan bila suamiku menemukan istrinya sedang disetubuhi oleh kacungnya seperti ini, bahkan ada satu orang lagi yang antri menunggu giliran. Sungguh binal, usia pernikahan kami baru tiga bulan, dan juga baru ditinggal seminggu oleh suamiku tapi aku sudah berbuat begini, rencanya suamiku akan berlayar selama dua bulan. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi hari-hari setelah ini.
“Pak, gantian dong.. saya juga pengen coba nih…” pinta Toyib penasaran.
“Ah, ganggu aja lu, ya udah nih.. entotin deh istri majikan gue ini puas-puas, mumpung gak ada suaminya, hehehe” kata Pak Karmin. Toyib lalu menggantikan posisi Pak Karmin, dia sama kasarnya dengan Pak Karmin, menggenjot tubuhku seenaknya, tapi gak apa sih, ternyata nikmat juga rasanya dikasari gini, hihihi.
“Sepongin dong Non…” pinta Pak Karmin mengarahkan penisnya ke mulutku.
Tanpa sungkan lagi, ku persilahkan penisnya menjejali mulutku. Betul-betul gila, aku dikeroyok diatas ranjangku sendiri. Mereka bergantian menjejali penis mereka ke vaginaku, saat yang satu menggenjot vaginaku, yang satunya menggenjot mulutku. Ternyata nikmat banget rasanya threesome, baru pertama kali ku rasakan kenikmatan seperti ini. Rasanya jauh dibandingkan dengan permainan dengan suamiku yang biasa-biasa saja. Kami melakukannya dalam berbagai macam posisi, bahkan dalam posisi yang baru aku tahu yang belum pernah kupraktekan bersama suamiku.
“Non, mau keluar nih… keluarin di dalam aja yah…” pinta Toyib.
Aku mengangguk, soalnya penasaran bagaimana rasanya sperma laki-laki lain memenuhi rahimku ini. Sambil memeluk tubuhku erat-erat, dia meraung kenikmatan. “Croot… crooot” spermanya menyemprot dengan banyaknya di vaginaku. Di saat yang bersamaan aku juga mencapai klimaksku, kubalas pelukannya sambil menekankan pinggulku yang membuat penisnya makin dalam masuk ke liang vaginaku.
“Ah, sial lu Yib, jadi becek gini, padahal gue juga pengen nyemprot di dalam” kata Pak Karmin setelah Toyib selesai mengosongkan isi buah zakarnya ke dalam vaginaku. Tapi Pak Karmin tetap memasukkan penisnya ke vaginaku, sehingga sperma Toyib jadi meluber keluar. Setelah beberapa goyangan, Pak Karmin juga menumpahkan spermanya di vaginaku. Aku tidak dapat membayangkan kalau nanti aku akan hamil anak mereka, mudah-mudahan nggak deh. Tapi kalau emang hamil gak apa juga sih, asal ntar anaknya mirip aku, hihihi.. Yang penting suamiku gak boleh tau kalau vagina istrinya pernah dipejuin laki-laki lain selama dia pergi. Mereka berdua rebah di ranjang, di sisi kiri dan kananku. Betul-betul luar biasa rasanya, aku betul-betul puas. Untung saja mereka tidak minta nambah, soalnya aku sudah lemas.
“Sekali ini aja yah pak, jangan macam-macam lagi yah… kasihan suamiku ntar istrinya dientotin sama kalian gini…” ujarku pada mereka.
“Asal gak tahu gak apa lah non, hehehe..” balas mereka. Aku hanya tersenyum saja sambil geleng-geleng kepala. Tidak lama kemudian, Toyib pulang, begitupun Pak Karmin kembali melanjutkan tugasnya beres-beres rumah.
***
Aku pikir, hanya sekali itu saja aku disetubuhi mereka. Tapi ternyata aku salah, beberapa hari kemudian aku dientotin Pak Karmin lagi. Gak tahan katanya melihat bajuku yang asal-asalan ini, apalagi sering juga aku kedapatan tidak memakai dalaman. Dengan nolak-nolak tapi mau akhirnya aku digenjot juga hari itu, dimana lagi kalau bukan di atas ranjangku ini. Yang mana kini bukan aku dan suamiku yang sedang bersetubuh, namun aku dan kacungku.
“Non, kalau mas Agung tau istrinya saya entotin gini gimana yah non? Hehehe” tanya Pak Karmin.
“Ssssttt.. ntar kedengaran lho..” kataku melirik ke foto suamiku. Pak Karmin juga ikut melirik ke arah foto suamiku itu dan tersenyum.
“Mas Agung, istrinya aku entotin yah… hehehe” katanya seperti berbicara pada suamiku, kemudian mengangkat pinggulku tinggi-tinggi lalu menggenjot vaginaku dengan kasar.
“Ngmmhh.. Pak, pelan.. pelan.. sshhh… Ntar dihajar suami Risa lho…” rengekku.
Tiba-tiba Pak Karmin mencabut batang penisnya, lalu mengambil foto suamiku yang ada di atas meja dan menyuruhku memegangnya. Dia lalu kembali menggenjotku. Gila, aku tidak tahu apa yang kurasakan sekarang, hatiku campur aduk dibuatnya. Bayangkan saja, aku sedang disetubuhi pria lain di atas ranjangku sambil memegang foto suamiku!
“Hehe, beruntung banget yah mas Agung punya istri kayak Non Risa… Udah cantik, putih, trus sempit banget memeknya. Sayang dia jarang pulang, hehehe” kata Pak Karmin.
“Kan demi nafkahin istrinya Pak, hihihi.. ia gak mas?” jawabku sambil menatap foto suamiku yang kini ada di genggamanku.
“Mas Agung, istrinya saya bikin hamil yah? Mas nya cari nafkah yang banyak aja sana, biar istrinya saya yang hamilin, hehehe”
“Tuh, dengar mas… istrimu mau di hamili lho… makanya cepat pulang… tapi kalau emang mau lihat istrimu ini dihamili orang lain ya terserah. Tapi aku tetap cinta mas kok...” kataku lalu mencium foto suamiku ini.
“Cuma ntar anaknya aja yang bukan anaknya mas, hihihi” sambungku lagi.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan dan ku lakukan barusan, tapi sensasi ini sungguh luar biasa, vaginaku makin geli dibuatnya. “Iya tuh, anaknya ntar anak saya lho… hehe, nih udah mau keluar benihnya… saya pejuin lagi yah mas rahim istrinya…” kata Pak Karmin dengan nafas memburu.
“Crooot… crooot” sperma Pak Karmin menembak lagi dengan banyaknya ke liang vaginaku, bertepatan dengan aku yang juga meraih orgasme. Orgasme yang ku dapat bukan dari suamiku, melainkan dari kacungku. Saat orgasme, aku juga terus memandang foto suamiku. Sensasi bercinta dengan pria lain di depan foto suamiku sungguh luar biasa, apalagi kalau suamiku betul-betul melihat istrinya ini dientotin di depan matanya, gak tau deh apa yang bakal terjadi, hihihi.
Pak Karmin ambruk di sampingku. Kami sama-sama kehabisan nafas setelah permainan panas kami barusan. Antara aku, Pak Karmin dan foto suamiku.
Setelah beberapa saat istirahat, penis Pak Karmin kembali tegang lagi.
“Non, ini lubang satunya kayanya masih perawan yah? Boleh dong saya perawani? hehehe”
“Jangan Pak.. sakit kalau di sana” kataku menolak.
“Lah, kan Non belum pernah rasakan, kok bisa tahu sakit sih?”
“Yang Risa tahu sih gitu Pak, entotin memek Risa aja deh… jangan aneh-aneh” suruhku yang juga belum puas, vaginaku meminta untuk kembali digenjot.
“Coba dikit aja dulu non, coba selipin dikit.. ntar kalau sakit baru deh gak jadi… mau yah non?” bujuknya lagi. Ya… kupikir tidak ada salahnya mencoba.
“Ya udah Pak.. pelan-pelan tapi” jawabku menyetujui. Gila, aku bakal dianal oleh kacungku sendiri. Suamiku saja tidak pernah melakukannya padaku, tapi sekarang aku malah menyerahkan keperawanan anusku pada kacungku.
“Mas, kali ini istrimu bakal di entotin pantatnya sama Pak Karmin, gak apa yah mas? Lagian kan Mas gak suka main tusuk belakang, hihihi” kataku pada foto suamiku ini.
Dengan dibantu sedikit ludahnya dia mulai menempelkan ujung kepala penisnya di permukaan anusku. Dia masukkan sedikit demi sedikit.
“Pelan-pelan pak.. sakit”
“Iya Non.. ini juga pelan-pelan”
Setelah sebagian kepala penisnya masuk, dengan gerakan tiba-tiba dia hujam batang penisnya seluruhnya ke pantatku, aku menjerit kesakitan karenanya. Kasar banget nih kacung.
“Paaaakkk, sssshh… sakit, udah dibilangin pelan-pelan” rengekku. Tapi dia tidak menghiraukanku dan terus menggoyangkan pinggulnya menghujam anusku dengan kasar. Foto suamiku sampai terjatuh dari ranjang dibuatnya, membuat kaca pada bingkainya menjadi pecah. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak dan terus saja digenjot oleh kacungku ini. Sungguh sakit sekali rasa di anusku, tapi ku coba untuk tetap menikmatinya. Entah karena sangat sempit, dia jadi keluar lebih cepat sekarang. Pejunya tumpah dengan banyaknya dalam anusku hingga meluber ke pahaku.
Sungguh, gilaaaaa…..
***
Setelah itu, aku selalu berjalan tertatih dan mengangkang selama beberapa hari, mau duduk juga susah. Pak Karmin malah tertawa kecil melihat tingkahku ini. Untung saja beberapa hari ini aku tidak keluar rumah, bisa ditanyakan orang sekomplek ntar kenapa aku jalan ngangkang, masa mau jawab habis dianalin Pak Karmin, gak mungkin kan…Beberapa hari sekali, Pak Karmin selalu minta jatah padaku, kadang si Toyib juga kembali ikut-ikutan menyetubuhiku. Hingga akhirnya aku hamil, tapi aku tidak tahu ini anak siapa. Mungkin anak dari suamiku, tapi lebih besar kemungkinannya kalau ini anak dari kacung atau tukang ledeng itu. Akupun mengabari suamiku kalau aku sedang hamil, tentu saja dia sangat bahagia disana mendengarnya, padahal belum tentu ini anaknya, hihihi. Tapi yang penting, suamiku tidak boleh tau kalau ketika dia tidak di sisiku, aku bermain dibelakangnya dengan orang-orang ini. Makanya, jangan kasih tahu dia yah…. Sssstttttttt!!!
TAMAT
seru seruan
Sabtu, 06 September 2014
Rabu, 03 September 2014
cerita artis
Perubahan satu Hari: Dinda Kirana XXX
Dinda Kirana, seorang artis yang masih sangat muda belia. Umurnya baru 16 menuju 17 tahun. Sebelumnya, dia hanya model iklan dan figuran di beberapa film dan ftv, tapi namanya langsung melejit ketika dia bermain sebagai Baby di sinetron Kepompong.
Peran Baby sebagai gadis ABG yang imut, manja, modis, namun agak lemot membuat semua orang yang menonton Kepompong begitu gemas dengannya. Wajahnya memang cantik nan imut. Sebuah wajah yang benar-benar sedap dipandang. Apalagi pipinya yang sedikit gembil. Hari ini hari sabtu, hari biasa bagi Dinda untuk atletik yang diwajibkan dari sekolahnya. Dia sampai di tempat yang biasa digunakan sekolahnya untuk tempat atletik. Dia berjalan ke gerbang.
“eh itu kan kak Baby yang maen Kepompong !”, teriak salah satu anak perempuan yang kelihatannya masih SMP.
“kak Baby kak Baby..tunggu sebentar dong”.
“iyaa ?”, dia menengok ke anak itu sambil tersenyum.
“boleh foto bareng gak ? aku ngefans banget sama kakak. boleh yah ? yah ?”.
“boleeh..”. Kalah gue, masa anak kecil, hpnya BB, pikir Dinda.
“sama minta tangannya dong, kak ?”.
“oke, kakak tanda tangan dimana nih ?”. Anak itu kebingungan mencari-cari di dalam tasnya.
“di sini aja, kak…”.
“nah udah..”.
“tambahin for Hana dong, kak”.
“naah, udah nih..”.
“waah makasih banget, kak..oh iya aku boleh minta satu lagi nggak, kak ?”.
“apa ?”.
“boleh nyubit pipi kakak nggak ? aku gemes bangeet”.
“oh yaudah boleh”.
“eemmmm gemeeess. makasih ya, kak. kakak baik banget..”.
“iyaa, sama-sama..”. Sambil tersenyum, Dinda melambaikan tangannya. Setelah itu, dia menuju lapangan sambil mengelus-elus kedua pipinya, lumayan sakit dicubit kencang tadi.
“eii Din ! di sini !”. Dinda berjalan menuju temannya itu.
“baru dateng lo, Din ?”.
“iyaa, gue kesiangan bangunnya. lo udah dari tadi ?”.
“nggak, gue juga baru dateng hehe”.
“yee, gue kira udah dari tadi lo..”. Dinda duduk di samping temannya, Karina.
“lari sekarang yuk ah, Rin..”.
“ayu deh..”. Mereka berdua dengan 3 orang lainnya pun mulai berlari mengelilingi lintasan lari.
Meski cuma lari santai, tapi kedua kemasan susu Dinda berguncang naik-turun dengan indahnya. Setiap pria langsung memandanginya yang terus berlari. Mata mereka tertuju pada dada seorang Dinda Kirana. Sungguh sepasang buntalan daging yang berguncang dengan begitu indah. Dinda bukannya tak menyadari kalau dia menjadi pusat perhatian, dia hanya pura-pura tak tahu. Wajahnya memerah setiap ada pria yang iseng menggodanya atau menyiulinya.
“dari tadi banyak yang godain lo, Din. cie cie”.
“iih, apaan sih lo, Rin..”, ujar Dinda mencubit pinggang Karina yang langsung mengaduh kesakitan. Untuk urusan berpakaian, Dinda memang tomboy, tak seperti perannya sebagai Baby yang selalu modis dan feminim. Namun sifat Baby yang manja dan polos memang ada di dirinya. Dia masih malu-malu jika digoda cowok. Padahal dia mempunyai wajah yang cantik dan imut dan dia juga berstatus artis yang sedang naik daun, harusnya dia tak perlu malu-malu. Karina pun sering meledeknya yang malu-malu terhadap cowok.
Meski banyak yang bilang wajahnya cantik dan ngegemesin, tapi Dinda tetap saja grogi berduaan dengan cowok karena merasa dirinya tidak menarik.
“huf huf, finish juga”. Mereka berdua mengatur nafas sambil meminum minuman mereka masing-masing.
“hai Din, Rin..”.
“eh Edo..baru dateng ?”.
“nggak, udah dari tadi”. Edo adalah salah satu pesaing dari beberapa pria yang mendekati Dinda. Pastilah bangga punya pacar seorang artis yang cantik dan imut.
“Din..lo udah sarapan belum ?”.
“ng..belum”, jawab Dinda singkat.
“kalo gitu kita sarapan yuk ?”.
“ah..ng..nggak usah, gue udah janji ma Karina..”.
“ha ? janji apa ?”, tanya Karina kebingungan.
“aww..iyaa, dia mau maen ke rumah gue”, jawab Karina cepat setelah pinggangnya dicubit Dinda.
“gue boleh ikut gak ?”.
“ha ? masa lo mau ke rumah gue pagi-pagi ? kalo dia sih gak apa-apa. nah lo cowok, masa main ke rumah gue pagi-pagi ?”, balas Karina agak nyolot.
“oh yaudah deh..”. Edo pun meninggalkan mereka berdua.
“sori, Rin. tadi gue nyubit lo. abisnya lo gak langsung konek sih tadi”.
“iya, tapi sakit tau ! nih gue bales !”.
“aww..sakit !!”.
“makanya jangan asal nyubit orang”.
“iih gemes gue kalo lo cemberut”.
“adu du duh”, pipi Dinda dicubit kecil oleh Karina.
“Rin, gue pulang duluan ya ? gue udah lapeeer hehe”.
“oh yaudah, Din..ati-ati yaa”. Dinda berjalan keluar lapangan atletik dan menuju jalan raya. Dia berdiri di atas trotor seperti sedang menunggu seseorang.
“eh itu Baby Kepompong !”, teriak beberapa gadis remaja.
“kak Baby..minta tanda tangannya dong !!”.
“iya sini sini”, ujar Dinda dengan wajah yang ramah. Sedang memberikan tanda tangan dan foto-foto dengan beberapa fansnya itu, sebuah mobil sedan berhenti. Seorang pria tua turun dari mobil.
“semuanya, aku permisi pulang duluan ya..”.
“iyaa, makasih ya kak Baby”.
“sama-sama..”, jawab Dinda dengan tersenyum. Pria tua itu membukakan pintu untuk Dinda.
“ayo, Pak, jalan”.
“kita ke mana nih, non ?”.
“pulang aja deh, Pak. aku pengen makan di rumah”.
“ok non..”. Dinda tersenyum-senyum sendiri mengingat fans-fansnya tadi.
Dia sama sekali tak menyangka akan terkenal seperti sekarang. Di manapun, pasti ada orang yang mengenalinya. Meskipun dia lebih senang kalau dikenal sebagai Dinda Kirana bukan sebagai Baby Kepompong. Tapi, tak apalah, pikirnya. Sampai juga di rumahnya.
“Mama, aku pulang !!”, teriaknya penuh semangat.
“eh kamu udah pulang..ayo kita sarapan”.
“lho ? emang Papa sama Mama belum sarapan ?”.
“belum, ayo kita sarapan”.
“asiik, sarapan bareng-bareng hihihi”. Usai makan, Dinda pergi ke kamarnya, beristirahat di kasurnya yang empuk. Sambil mendengarkan lagu favoritnya dari radio, Dinda santai-santai di kamarnya. Kadang ia juga sedikit menari mengikuti irama lagu. Kamarnya begitu harum, bersih, dan rapih. Meski manja, tapi dia memang selalu rajin membersihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk mandi, menyegarkan tubuhnya yang sedikit basah setelah joget tadi. Di kamar mandi, dia melucuti pakaiannya. Kulitnya benar-benar putih mulus, sebuah tubuh yang padat berisi.
Gadis imut itu tak pernah menyadari kalau kedua buah payudaranya tergolong besar untuk seumurnya. Bulat, dan sangat padat berisi. Selesai mandi, Dinda mengenakan pakaian rumahnya. Bermanja-manjaan dan mengobrol dengan kedua orang tuanya adalah hal paling utama di hari Sabtu bagi Dinda.
“Dinda, kamu nggak pergi sama temen-temen kamu ?”.
“nggak, Mah. Aku mau di rumah aja ah”.
“kalau gitu kita semua jalan-jalan yuk ?”, ajak ayahnya.
“ayuuk ayuuk. mau jalan-jalan kemana, Pah ?”.
“kita ke waterpark aja, gimana ?”.
“ok asiiik”. Bersama ayah dan ibunya, Dinda pergi ke waterpark. Seperti biasa, banyak juga yang mengenalinya sebagai Baby. Tapi, yang menarik adalah pakaiannya. Hotpants yang cukup mini dan tanktop ungu yang melekat di tubuh Dinda seakan tak bisa menutupi kemontokan tubuhnya. Di antara kerumunan yang mengelilinya, para lelaki yang ada di belakang Dinda bisa memandang jelas belahan payudaranya. Oh, sungguh belahan gunung kembar yang begitu indah. Masing-masing lelaki itu rasanya ingin merogoh ke dalam tanktop sang gadis imut dan meremas-remas isinya sampai puas.
Kulit permukaan payudara Dinda yang terlihat, begitu putih dan mulus, sangat mengunggah selera. Dinda tetap tersenyum meski sebenarnya dia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan dari kerumunan orang yang mengelilinginya. Cubitan gemas mungkin biasa diterima Dinda, tapi artis berwajah imut itu sedang mendapat pelecehan seksual dari fans yang ada di belakangnya. Dia merasakan ada yang menyentuh-nyentuh payudaranya dan meremas-remas pantatnya. Dinda jadi kebingungan sendiri, harusnya ia berteriak dan langsung pergi dari kerumunan fansnya itu. Tapi, Dinda tak mau fansnya kecewa dan menganggapnya sombong. Sambil tetap berusaha tersenyum, dia tetap memberikan tanda tangan dan berfoto bersama. Meskipun mukanya agak memerah. Setidaknya ia berhasil menghindari tangan-tangan iseng yang mengusilinya. Tapi tangan-tangan itu terus kembali. Dinda sudah tak tahan lagi, dia pun meninggalkan kerumunan itu dengan alasan dipanggil kedua orang tuanya.
Dia merasa lega bisa lepas juga dari kerumunan fansnya, terlebih lagi bisa lepas dari tangan-tangan usil yang tadi menggerayanginya tanpa ketahuan siapapun. Entah kenapa, Dinda merasa jantungnya berdegup cepat sejak kejadian tadi. Mungkin karena baru kali ini, ada yang menyentuh atau lebih tepatnya menggrepe dirinya. Padahal kemarin-kemarin perbuatan paling parah dari fansnya paling hanya mencubit sangat kencang. Tak pernah ada yang melakukan pelecehan seperti tadi. Bodohnya Dinda, ia baru sadar pakaian yang ia kenakan. Tanktop dan hotpants yang ia kenakan bisa memperlihatkan betapa mulus dan putih kedua paha dan permukaan payudaranya. Ditambah, dia habis berenang. Semakin tercetaklah lekuk-lekuk tubuhnya pada tanktop dan hotpantsnya. Dinda tak mau ambil pusing, dia tetap berekreasi dengan ayah dan ibunya.
“ayo kita pulang, udah sore..”, ajak ibu Dinda.
“yaah, Mah, bentar lagi deh, ya ? ya ?”, rayu Dinda.
“iya, Mah. jarang kita bisa jalan-jalan kayak sekarang.”.
“yaudah deh”.
“asiiik”, teriak Dinda senang.
Dinda dan keluarganya berada di tempat rekreasi sampai sore lalu makan di restoran sebelum akhirnya pulang ke rumah. Sampai rumah, Dinda langsung ambruk di kasurnya. Dia begitu lelah, tubuhnya terasa pegal dimana-mana.
“sayang..”.
“hmm ?”, Dinda setengah bangun.
“Mama sama Papa mau pergi ke Jogja, bantu Tante Ida pindahan..kamu di rumah yaa ?”.
“haa ? mm, iyaa”.
“kalau mau apa-apa kamu minta tolong sama Jajang atau Sardi yaa ?”.
“iyaa..”. Dinda pun tertidur lagi, ayah dan ibunya sudah pergi. Jajang adalah pembantu di rumah Dinda yang sudah bekerja selama 4 tahun dan Sardi adalah supir yang baru bekerja 2 tahun. Karena Jajang dan Sardi sangat sopan dan sudah dipercaya, orang tua Dinda merasa tak khawatir meninggalkan putrinya sendirian bersama kedua pria tua itu. Lagipula, Dinda sudah sangat akrab dengan Jajang dan Sardi.
“nngggg !!!”. Dinda meregangkan kedua kaki dan tangannya. Dia turun dari ranjang dan mencuci muka serta menggosok giginya, rutinitas paginya.
Wajah Dinda memang sangat cantik dan imut, kulit wajahnya pun putih, halus dan mulus. Siapapun pasti akan suka melihat wajahnya. Tak hanya mempunyai wajah cantik, Dinda juga dianugerahi tubuh yang sangat seksi untuk seumurnya. Tinggi badannya yang tidak terlalu menjulang ke atas membuat tubuhnya menjadi begitu padat berisi. Semua nutrisi makanannya memenuhi kepadatan tubuhnya secara merata dan proporsional. Meskipun begitu, Dinda sama sekali tak pernah menyadari potensi dirinya yang bisa menjadi ‘dewi’ bagi para lelaki. Bayangkan saja, wajahnya begitu cantik dan imut, tubuhnya juga sudah seperti anak kuliahan. Dan yang paling penting, dia masih ABG, tubuhnya yang sekarang yang sedang ranum-ranumnya masih bisa dibentuk agar lebih sempurna, meski memang tak usah dibentuk pun, tubuhnya juga sudah membuat para lelaki ngiler. Dinda kaget saat baru saja membuka pintu kamarnya, wajah Jajang terpampang di depan matanya.
“aduh, Pak Jajang ngagetin aja..”.
“maaf, non..tadi Pak Jajang mau bilang ke non Dinda, sarapan udah siap”.
“oh iyaa, Pak”.
“Mama sama Papa kemana sih, Pak ?”, tanya Dinda saat Jajang akan meninggalkannya yang sudah duduk di kursi meja makan.
“Nyonya sama Tuan pergi ke rumah tantenya non Dinda..”.
“ha ? oh iya iyaa..”. Dinda baru ingat kalau tadi ayah dan ibunya pamit kepadanya, maklum namanya juga setengah sadar.
“kenyang kenyang”. Usai sarapan, Dinda keluar rumah dan mendekati Sardi yang lagi mencuci mobil.
“pagi, Pak Sardi”.
“eh non Dinda..udah bangun..”.
“iya, Pak..hehe..Pak Sardi lagi nyuci mobil yaa ?”.
“iya, non. mobilnya kotor..”.
“oh..yaudah, Pak. aku mau lari sebentar dulu yaa..”.
“loh, non ? tunggu ?”.
“kenapa, Pak ?”.
“non mau lari pagi pake piyama ?”.
“ha ? oh iyaa”, Dinda langsung masuk ke dalam rumah dan mengenakan pakaian yang lebih pantas untuk lari pagi.
“Pak Sardi, aku lari pagi dulu yaa..”.
“iya, non..ati-ati..”. Tak beberapa lama, Dinda pulang. Dan saat di depan gerbang rumahnya.
“BYURR !! AAAKKHH !!!”. Saat Sardi membuang air yang ada di ember, Dinda muncul.
Dinda tersiram air. Dia jadi benar-benar basah kuyup.
“aduuh non maaf maaf maaf, non !!”.
“nggak apa-apa, Pak..”, jawab Dinda sambil tersenyum kecut.
“maaf non maaf maaf”, Sardi benar-benar panik, takut anak majikannya itu marah besar.
“iya, Pak, nggak apa-apa kok”, kali ini Dinda tersenyum manis. Senyuman yang begitu manis, Sardi sampai diam sesaat mendapat senyuman dari anak majikannya. Karena panik dan terpesona dengan senyuman Dinda, Sardi baru sadar kalau makhluk indah yang ada di depannya itu basah kuyup. Karena kaos yang dikenakan Dinda berwarna putih, Sardi bisa melihat bayang-bayang bra gadis imut itu yang berwarna biru muda. Seketika, Sardi menjadi seperti batu, seolah pandangannya terkunci pada bayang-bayang tonjolan yang ada di dada Dinda. Tentu si artis imut itu menyadari kalau Sardi sedang memperhatikan kedua buntalan daging yang ada di dadanya. Dia langsung pergi dari hadapan Sardi dan masuk ke dalam rumah, takut Sardi akan melakukan hal yang lebih ‘lanjut’ kepadanya.
Dinda berpapasan dengan Jajang.
“non Dinda kok basah gini ?”, tanya Jajang yang sebenarnya hanya bermaksud untuk menghentikan Dinda sehingga bisa memandangi tubuh indah anak majikannya itu.
“tadi kesiram Pak Sardi, Pak..”, jawab Dinda langsung berlalu ke kamarnya. Jantung Dinda berdegup cukup kencang, dia benar-benar khawatir sekali dengan pandangan Jajang dan Sardi tadi. Dia sadar pasti kaos putihnya jadi transparan karena basah, dan tatapan supir dan pembantunya benar-benar menakutkan. Apalagi tak ada siapa-siapa selain Jajang dan Sardi. Dinda mengunci pintu kamar dan masuk ke kamar mandi setelah mengambil pakaian ganti. Dinda sudah berganti pakaian, tapi dia masih takut keluar kamarnya. Tidak dengan Jajang dan Sardi yang pandangannya tadi bagai srigala kelaparan. Meskipun, Dinda belum pernah ‘nyerempet’ hal-hal berbau sex, tapi dia tahu, dengan 2 pria yang memandangnya dengan tatapan ‘pemburu’ seperti tadi, pastilah berbahaya untuknya yang tak ayal satu-satunya wanita yang ada di rumah sekarang.
“tok !! tok !! tok !! non Dinda !!”.
“ada apa, Pak ?”, jawab Dinda sedikit berteriak dari dalam kamar.
“ada telepon, non ? dari sekolah !”. Mendengar ada telepon dari sekolah, Dinda agak panik, dan langsung membuka pintu kamarnya yang terkunci dari dalam. Sebuah kesalahan kecil namun fatal yang dilakukan Dinda yang akan mengubah kehidupannya. Jajang berdiri di ambang pintu. Senyuman jahat dan tatapan pemangsa tergambar di wajah jelek itu. Dia langsung menyergap Dinda hingga membuat gadis imut itu terjatuh ke lantai. Tentu Jajang menindih Dinda di atasnya. Jajang menduduki paha Dinda dan menahan kedua tangan Dinda.
“LEPASIN !! PAK JAJANG LEPASIN AKU !!! TOLONG !! PAK SARDI !!!!”, teriak Dinda sambil meronta-ronta.
“percuma, non..cuma ada kita berdua..si Sardi lagi beli rokok..hehehe..”. Tentu perlawanan Dinda tak ada artinya. Jajang malah tersenyum memperhatikan usaha perlawanan terakhir dari ‘mangsa’nya yang sebenarnya tak ada artinya untuk Jajang.
“jangan, Pak..tolong..lepasin aku…”, kali ini Dinda memohon. Dia berharap agar Jajang mengurungkan niatnya, berharap agar Jajang iba karena ingat kalau dia adalah anak majikannya. Tapi, pemandangan gunung kembar Dinda karena kaos basah tadi dan sekarang sudah tak melakukan perlawanan, hawa nafsu yang sudah menguasai Jajang tentu tak mau melewatkan kesempatan ‘baik’ ini.
“tenang, non…ntar kalo udah Pak Jajang genjot, non Dinda juga bakalan keenakan kok..”, bisik Jajang sebelum mulai menjilati daun telinga kiri Dinda.
“aahhhmm jangaanhh..”, Dinda berusaha menjauhkan telinganya dari jangkauan lidah Jajang. Tapi, percuma saja. Jajang malah gencar merangsang Dinda, tak hanya menjilati, Jajang meniupi, menciumi, bahkan mengemuti daun telinga ABG cantik itu. Awalnya, Dinda hanya merasakan jijik dan juga basah. Tapi, lama kelamaan, Dinda merasakan sensasi lain. Tubuhnya terasa menghangat, ada rasa menggelitik di dalam tubuhnya, dan rasa di telinga kirinya kini terasa basah, geli, tapi enak.
“Paaaak jangaaan..”.
Bosan dengan telinga kiri Dinda, Jajang pindah menggeluti telinga kanan anak majikannya yang imut. Jajang langsung menyambar bibir mungil Dinda.
“emmmm mmmm ummm”. Air mata mengalir keluar. First kiss seharusnya menjadi momen yang indah dan tak terlupakan, namun first kissnya baru saja diambil paksa oleh pembantunya sendiri, itulah yang membuat Dinda sedih. Lembut dan empuknya bibir Dinda membuat Jajang semakin beringas. Tak henti-hentinya pria tua jelek itu melumat, menyedot, dan mengemut-emut bibir mungil Dinda. Jajang menekan kedua pipi Dinda untuk membuka paksa mulut Dinda yang tertutup rapat. Padahal, tangan kanan Dinda bebas, tapi gadis cantik itu hanya bisa memukul dengan tenaga yang sangat pelan. Begitu terbuka, lidah Jajang langsung menyelip masuk ke dalam rongga mulut Dinda tanpa permisi.
“cceepphhh ccppphh ssllpphh eemmmm”. Jajang kini yakin, dia sudah menguasai anak majikannya yang menggemaskan itu. Tanpa disadarinya, Dinda mulai membalas pagutan Jajang.
Dinda tak mengerti kenapa dia malah membalas ciuman paksa Jajang, lidahnya pun kini mulai melawan belitan lidah Jajang.
“hemmmmhhh emmmhhh”. Dengusan nafas Jajang semakin cepat, nafsunya semakin naik setelah mendengar dengungan suara dari gadis ABG nan cantik jelita yang sedang dicumbunya, artinya dia mulai menikmati dicumbunya. Tangan kiri Jajang mulai menggerayangi bagian ‘menonjol’ dari tubuh Dinda. Sudah lama Jajang ingin merasakan gumpalan daging ini, setiap hari dia selalu terganggu dengan kemasan susu tahan guncangan milik Dinda, terutama saat Dinda memakai kaos. Dua buah dada Dinda memang sangat ‘menonjol’, seperti mengundang para lelaki untuk memandanginya. Jajang agak terkejut saat tangannya menggenggam payudara kanan Dinda, tangannya tak cukup besar untuk menggenggam gumpalan daging empuk Dinda itu secara utuh, ternyata lebih besar dari dugaan Jajang selama ini.
“enngghhh !!”. Dinda kaget saat payudaranya dicengkram kasar oleh Jajang. Payudara yang sangat empuk dan kenyal membuat Jajang sangat gemas.
Jajang pun menurunkan ciumannya. Saatnya untuk lebih merangsang Dinda. Leher Dinda dicumbui dengan membabi buta oleh Jajang. Tentu pembantu tua itu sudah fasih betul cara untuk merangsang gairah seorang wanita. Selain payudara, dan zona V, kuping dan leher adalah bagian yang juga sensitif dari tubuh seorang wanita. Cocok bagi Jajang yang sedang ingin memperlemah perlawanan Dinda.
“ccppp ccpphhh”.
“Paaaakkhh aaaammmhhh”, gumam Dinda. Lama kelamaan, ABG imut itu tak bisa mengelak dari nikmatnya rangsangan-rangsangan Jajang. Aroma tubuh Dinda yang ‘menghangat’ benar-benar menaikkan tensi Jajang. Aroma tubuh Dinda begitu wangi dan sensual. Sudah waktunya untuk menelanjangi gadis imut yang sudah pasrah ini, pikir Jajang. Dia menyingkap kaos Dinda ke atas. Nafas pria tua itu memburu melihat buntalan daging kembar Dinda. Meski masih terbungkus bh, Jajang begitu ngiler melihat kulit permukaan payudara Dinda yang menyembul dari dalam bhnya. Begitu putih dan mulus.
Jajang pun mengangkat tubuh Dinda ke atas tempat tidur.
“jangan, Pak…”, pinta Dinda pelan.
“non..diem aja..ntar Pak Jajang bikin enak deh KEHEHEHE !!”. Tak mau repot-repot, Jajang menyingkap bh Dinda. Mata Jajang terbelalak, dia langsung menelan ludah. Gunung kembar yang benar-benar indah, putih mulus, terlihat begitu bulat sempurna dan padat berisi, dan juga bertahtakan 2 pucuk payudara berwarna agak merah muda yang sangat menggiurkan. Sungguh sepasang payudara terindah yang pernah dilihatnya, pikir Jajang. Dengan kedua tangannya, Jajang menggenggam kedua ‘roti’ empuk itu.
“Paaakhh…mmm janganhh”. Remasan-remasan Jajang memang ‘mengganggu’ Dinda. Dia belum pernah merasakan seperti ini, rasanya enak sekali. Putingnya terasa mengeras dan menjadi lebih sensitif. Tentu Jajang sadar, Dinda benar-benar mulai terangsang. Dia comot dan tarik-tarik kedua puting itu seperti ingin mencabutnya dari payudara Dinda.
“aahhhh eemmnnhhhh”. Jajang kelihatan asik sekali memainkan kedua puting Dinda, mencubit, menekan, memencet, dan memilin-milinnya.
“happh..nymmm nymmm..”. Jajang mencaplok puting kanan Dinda.
“emmmm hhemmm Paakk mmmm”. Dinda merasakan rasa nikmat luar biasa saat Jajang mengemuti dan mengenyoti kedua induk payudaranya secara bergantian. Dia tak bisa menjauhkan Jajang dari payudaranya, tubuhnya menyuruhnya untuk membiarkan apa yang sedang terjadi. Membiarkan Jajang menyantap kedua buah payudaranya agar kenikmatan itu terus berlanjut. Bagai bayi kelaparan, Jajang mengenyot kuat kedua ‘pabrik’ susu Dinda seakan memaksanya untuk memproduksi susu. Dinda memang masih berusaha untuk mendorong kepala pembantunya itu untuk menjauh dari payudaranya, namun tenaga Dinda bagaikan hilang. Alhasil, kedua pegunungan kembar Dinda pun menjadi bulan-bulanan Jajang yang gemas. Seluruh permukaan kedua buah dada Dinda diciumi, dijilati, dicupangi, bahkan digigiti oleh Jajang tanpa terlewat. Tak heran Jajang begitu gemas dengan payudara Dinda sebab memang benar-benar padat berisi, sangat empuk, kenyal, sangat kencang, dan bentuknya yang bulat sempurna.
Benar-benar payudara idaman yang ingin dimiliki setiap wanita, dan payudara idaman lelaki untuk dikenyoti setiap hari. Harusnya payudara Dinda masih ranum dan dalam masa pertumbuhan, tapi payudara Dinda terlihat sudah sangat matang seperti payudara wanita berumur 19 tahun lebih. Jika mendapat perawatan tubuh yang tepat, bukan tak mungkin kalau Dinda akan menjadi wanita ‘bom sex’. Wajah imut nan cantik ditunjang tinggi badan yang ideal serta tubuh padat berisi dan payudara yang besar tentu akan menjadikan Dinda sebagai artis bom sex yang mampu membuat para pria ngiler hanya dengan melihatnya saja jika sudah memasuki 20 tahun lebih nanti. Cukup puas dengan ‘makanan’ pembuka berupa ‘roti’ kenyal yang putih mulus, Jajang berniat akan mulai menyantap ‘sajian’ utama yang ada di selangkangan Dinda.
“ja jaangan, Pakhh..”. Dinda berusaha mempertahankan celana pendeknya yang masih bercokol di selangkangannya untuk tetap menutupi daerah itu.
Jajang menyingkirkan tangan Dinda dan menarik paksa celana gadis cantik itu bersamaan dengan celana dalamnya.
“glek…”, Jajang menelan ludah. Matanya seperti mau meloncat saat memandangi bukit gundul nan indah yang ada di tengah-tengah selangkangan Dinda. Bentuknya benar-benar sempurna, selangkangan yang begitu mulus dan sedap dipandang. Kedua bibir vagina Dinda masih menutup dengan sangat rapat, warna kulit sekitar vaginanya pun tak berbeda dengan warna kulitnya, bukti kalau belum ada yang pernah menyatroni daerah itu. Dan hiasan berupa bulu-halus membuat bagian itu terlihat semakin indah dan cantik. Penis Jajang terasa nyut-nyutan, ingin segera mencoba alat kelamin Dinda yang sangat menggugah selera itu.
“jangaan, Pak..tolong..”, Dinda menutupi daerah pribadinya, tapi seakan dia tak bisa bergerak, padahal harusnya dia leluasa bergerak. Jajang hanya tersenyum, dia menarik celana dan cd Dinda agar benar-benar lepas dari kedua kaki Dinda. Tak ada lagi yang bisa menghalangi pria tua itu dengan daerah intim si gadis cantik.
Memang, tangan Dinda masih menutupi daerah Vnya, tapi rasanya Jajang mudah untuk menyingkirkannya karena Dinda juga setengah hati. Setengah hati dari artis menggemaskan itu sebenarnya ketagihan dengan rasa nikmat yang diberikan Jajang. Jajang turun dari ranjang dan mengangkat kedua kaki Dinda ke atas, dia seperti ingin mengangkat Dinda tapi dia hanya memposisikan atau lebih tepatnya menyeret pantat Dinda ke tepi ranjang.
“jangaaan…”. Tak ada lagi belas kasihan jika sudah menyangkut hawa nafsu. Padahal Dinda sampai menangis, tapi Jajang tak mengindahkannya. Yang ada di pikirannya hanyalah vagina Dinda yang sangat menggiurkan. Jajang menyingkirkan tangan Dinda dan meniup-niup vagina Dinda.
“aaahhmmm…”. Tiupan-tiupan Jajang memancing gairah Dinda perlahan, semakin mengalahkan harga dirinya.
“memek non wangi banget..”, puji Jajang yang sangat menyukai aroma vagina Dinda yang memang sangat harum itu. Wajah Dinda menjadi merah padam mendengar ucapan Jajang tadi.
Dia merasa malu mendapatkan pujian tentang vaginanya dari pembantunya sendiri. Daerah paling intim dari tubuhnya yang harusnya hanya bisa dilihat olehnya dan calon suaminya nanti, kini sedang dipandangi pembantunya dan bahkan memberikan pujian betapa harumnya alat kelaminnya itu.
“aaaahhhhh !!”. Jajang langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan Dinda, menghirup kuat-kuat aroma harum dari vagina gadis cantik itu. Dinda menggeliat-geliat menerima cumbuan Jajang yang bertubi-tubi pada daerah pribadinya.
“aahhmmm”, kedua paha Dinda menutup seketika, menjepit kepala Jajang saat dia merasakan ada benda lunak dan hangat yang mengenai bibir kemaluannya.
“udaahh Paaakhh stooopphhh”, pinta Dinda, dia bingung dengan apa yang ia rasakan sekarang. Rasanya sungguh geli dan nikmat luar biasa secara bersamaan. Kedua kaki Dinda semakin kencang menjepit kepala Jajang dan tetap berusaha mendorong kepala Jajang.
“mmmnnhh Paaakkhhh stooopphh !!”. Jajang malah semakin nafsu menggerogoti vagina Dinda.
Lidah Jajang terus mencucuk vagina Dinda, menjilati bagian dalamnya.
“emmpphh sllpphhh sllphhh”. Jajang jadi semakin asik melahap kemaluan Dinda, baru kali ini dia merasakan vagina yang begitu manis dan sangat harum. Jadi gini rasanya memek perawan ABG cakep, pikir Jajang yang merasa sangat betah di selangkangan Dinda. Tubuh Dinda berkedut-kedut seiring kenikmatan yang memberikan ‘sengatan’ listrik kepadanya terus menerus.
“aaahhhh mmmhhh hhmmhhhh…”, lirih Dinda yang sudah mulai menyerah pada serangan lidah Jajang di bawah sana. Seorang gadis muda berkulit putih mulus yang tak mengenakan apapun pada bagian bawah tubuhnya, sementara di selangkangannya ada seorang pria tua yang kelihatan sangat asik berkutat di sana adalah sebuah pemandangan yang sangat eksotis. Dinda hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, menggelepar-gelepar merasakan rasa nikmat yang amat luar biasa. Jajang betul-betul menikmati tiap jengkal bahkan tiap senti dari alat kelamin anak majikannya itu.
Vagina Dinda tak ubahnya bagai ‘kue’ yang sangat lezat bagi Jajang, ingin dinikmati sampai habis. Selangkangan Dinda pun sudah basah kuyup dengan air liur Jajang.
“aaaahhhmmmm”, tubuh Dinda bergetar hebat seketika. Ya, Jajang sedang asik mulai mengulas dan memainkan klitoris Dinda dengan lidahnya sambil mengobel-ngobel lubang vagina gadis imut itu. Aliran listrik yang mengejutkan terus dirasakan Dinda menjalar di sekujur tubuhnya. Dari mulut mungilnya, terus keluar desahan-desahan lepas dengan suara yang begitu menggairahkan. Jajang semakin menggila setelah mencicipi lelehan lendir yang mulai keluar dari vagina Dinda. Rasanya gurih bercampur manis. Jajang sudah tak sabar ingin minum ‘sirup cinta’ dari vagina artis cantik itu.
“aaahhhh emmmhhh Paaaakkk hmmmhhh UUUUNNNHHHH !!!!”, tubuh Dinda menegang, kedua kakinya yang tadi menggantung di tepi ranjang menjadi lurus kaku, dan kedua pahanya semakin menjepit kepala Jajang. Secara refleks, Dinda menekan kepala Jajang ke vaginanya sendiri dengan kedua tangannya seperti ingin membekap Jajang dengan vaginanya.
“ssrpphhhh !!! sllrrpphhh !!!!”, Jajang menyeruput dan menyedot dengan sangat kuat, dia tak melewatkan satu tetes pun cairan vagina Dinda yang sangat lezat. Cairan Dinda pun habis tak bersisa.
“memek non Dinda rasanya manisss”, ujar Jajang tersenyum licik. Tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di ambang pintu kamar Dinda. Tentu itu adalah Sardi. Jajang langsung berdiri, dia panik.
“Pak Sardi…tolong….”, pinta Dinda lemah. Karena Jajang berdiri, tentu Sardi bisa melihat vagina Dinda yang indah dengan sangat jelas.
“Jang..lo nggak bilang-bilang gue kalo lagi asik-asikan sama non Dinda hehehe…”. Jajang yang tadi sempat khawatir langsung lega.
“ngapain juga gue manggil lo ?!”, kedua pria tua itu bercanda seakan tak menghiraukan gadis cantik yang sedang mengangkang tak berdaya di atas ranjang. Bukan tak berdaya, lebih tepatnya putus asa, Dinda kira Sardi masih punya hati dan menolongnya, tapi ternyata Sardi juga langsung ‘lapar’ melihatnya yang sudah bugil.
“nyicip memeknya ya, non..HEHEHE !!!”. Tanpa izin, Sardi langsung membenamkan wajahnya di selangkangan Dinda.
“aaaahhhh !! jaangaaan, Paakhhh !!”. Dinda berusaha menahan kepala Sardi sebisanya dengan kedua tangannya. Tapi, aroma vagina Dinda tentu membuat Sardi sangat bersikukuh untuk mencicipinya.
“aaahhmmmm !!! stooophhhh !! nnnmmm”. Dinda berusaha mati-matian agar tidak kalah dengan nafsunya sendiri seperti tadi saat Jajang menggerogoti selangkangannya. Kedua paha Dinda menjepit erat kepala Sardi, berharap Sardi akan tak tahan dan menjauh dari bagian bawah tubuhnya. Mungkin itu bisa terjadi kalau selangkangan Dinda bau amis, tapi salah Dinda sendiri, dia merawat daerah intimnya itu setiap hari sehingga daerah Vnya itu pun tentu harum dan wangi, tak heran kalau Sardi begitu betah berlama-lama di sana.
“aaaahhmmmm emmmmhhhh”, suara desahan Dinda terdengar begitu seksi dan sensual, sepertinya ABG berwajah imut itu mulai menikmati ‘kilikan’ lidah Sardi di alat kelaminnya.
Dinda menyerah pada nafsunya sendiri untuk kedua kalinya. Bagi ABG yang belum pernah merasakan jilatan pada daerah intimnya, rasa nikmat yang muncul memang terlalu kuat untuk dilawan bagi Dinda.
“gimana..non…enak..kan ?”, goda Sardi di sela-sela aktivitasnya menggelitik klitoris Dinda.
“i..iyaaaa..Paaakhhh….enaaaakkkhhhh ooooohhhhh !!!!!”.
“kalo enak..buka pahanya yang lebar dong…”, ujar Sardi mencubit gemas paha putih mulus nan montok Dinda. Wajah Dinda semakin merah saat dia melebarkan kedua pahanya, dia malu karena merasa memberi izin kepada supirnya itu untuk bisa mengakses selangkangannya dengan lebih leluasa. Setelah menunjukkan senyuman licik pada wajahnya, Sardi langsung menyerbu vagina wangi itu dengan gencar. Dinda sampai kelojotan, gadis itu menggeliat-geliat hebat, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, tubuhnya berkedut-kedut, dan desahannya begitu lepas. Wanita manapun akan bereaksi sama dengan Dinda, lidah Sardi benar-benar lincah.
“Paaaakhh Paakkhhh Paaakkkhhhh !!! Paakkkhhh Saardiiii !!!!”, lenguh Dinda memegangi kepala Sardi.
“ccrrrr sllluuuphhh !!! slllrrrrpphhh !!!”. Cairan vagina Dinda yang rasanya manis langsung tak bersisa diseruput Sardi.
“gimane, Di ? mantep kan memeknye non Dinda ?”.
“uanjrit..ni memek paling enak yang pernah gue jilatin..”. Sardi membenamkan wajahnya dalam-dalam ke selangkangan Dinda. Tak pernah terbayangkan oleh Dinda. Selama ini tak ada lelaki yang pernah menyentuhnya di daerah pribadinya, tapi sekarang, hanya dalam satu kesempatan, langsung 2 orang pria paruh baya yang menyantap vagina perawannya. Jajang dan Sardi masing-masing menahan kedua paha Dinda. Sambil mengelus-elus paha Dinda, keduanya memperhatikan alat kelamin Dinda seperti benda pameran seni. Artis imut itu terasa begitu terekspos saat ini, dia hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
“emmmhhhh….”. Dinda merasakan basah pada kedua pahanya. Dia membuka matanya. Sardi sedang menjilati paha kanannya dan Jajang sedang menciumi paha kirinya.
Kedua pria tua itu merangsang Dinda lagi, tak membiarkan gairah Dinda turun sedikitpun.
“aaahhhmmm…”. Kedua pangkal paha Dinda dijilati dengan asiknya oleh Jajang dan Sardi.
“ayo non..diri…”. Sardi memapah Dinda untuk berdiri dan Jajang melepaskan kaos dan bh Dinda. Polos sudah artis imut itu. Tak ada lagi sehelai benang pun yang menempel di tubuh montok Dinda. Tiap lekuk tubuhnya kini tak bisa ia tutupi lagi dari mata Jajang dan Sardi. Sungguh tubuh yang sangat indah. Begitu putih mulus, begitu padat berisi, Jajang dan Sardi pun meneguk ludah menyaksikan pemandangan yang sangat indah. Mereka hampir tak percaya kalau anak majikannya yang baru berumur 16 tahun itu memiliki tubuh indah seperti wanita berumur 22 tahun lebih. Sekal dan matang. Dengan gemasnya, Jajang menggenggam kedua bongkahan pantat Dinda yang sangat kenyal itu, memukul-mukulnya, dan meremas-remasnya. Sedangkan Sardi asik meremasi susu Dinda sambil mengobel-obel vaginanya. Dinda tak ubahnya bagai boneka berukuran raksasa yang bisa diapakan saja oleh Sardi dan Jajang.
Pemandangan seorang gadis cantik berkulit putih mulus yang tak mengenakan apapun berada di antara 2 pria jelek berkulit hitam yang masih berpakaian lengkap benar-benar sebuah pemandangan yang sangat erotis.
“hhmmmm eemmmmhhh Paaaakhhhh”, lirih Dinda. Kecupan-kecupan Jajang pada tengkuk lehernya dan kuluman Sardi pada kedua putingnya secara bergantian benar-benar sangat merangsang. Kemarin-kemarin, Dinda bingung dengan remaja putri yang sudah tak perawan lagi. Kenapa mereka mau berhubungan intim dengan pria yang belum tentu jadi suami mereka, tapi kini dia tahu jawabannya. Perasaan melayang seperti yang ia rasakan sekarang memang membuat lupa diri. Tanpa Dinda sadari, kondisinya lebih parah dibandingkan remaja-remaja putri lainnya. Yang lain, biasanya kehilangan keperawanan dengan pacarnya atau pria seumuran. Sedangkan Dinda akan kehilangan kesucian tubuhnya pada 2 lelaki tua yang umurnya 2x lipat lebih dari umurnya yang tak lain dan tak bukan adalah supir dan pembantunya sendiri. Sangat ironis memang.
Sardi
Aroma tubuh telanjang Dinda yang harum benar-benar membangkitkan nafsu birahi Jajang dan Sardi. Mereka asik menggerayangi tubuh mulus anak majikan mereka yang imut itu. Dinda juga sudah menyerah pada 2 bandot mesum itu. Tubuhnya habis diemek-emek oleh Jajang dan Sardi.
“ayo non Dinda berlutut…”. Seperti tersihir, Dinda menurut, dia bertumpu pada kedua lututnya. Sardi sibuk melucuti pakaiannya sendiri, sementara Jajang berdiri di depan Dinda yang tengah berlutut. Tiba-tiba saja, dia langsung menekan kepala Dinda ke selangkangannya.
“emmfffhhh emmffhhh !!!!”, Dinda meronta-ronta.
“non Dinda harus biasain dulu sama bau kontol Pak Jajang, non hehehehe”, ujar Jajang tak mengindahkan penolakan Dinda, malah semakin menekan wajah Dinda ke selangkangannya. Dinda merasa mual sekali, air mata membasahi matanya, tanda ia menahan rasa mualnya. Kolor Jajang memang apek luar biasa, tak heran kalau gadis cantik itu merasa ingin muntah.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menekan bagian belakang kepala Dinda. Sardi sedang menekan-nekankan selangkangannya ke bagian belakang kepala Dinda. Jadilah Dinda terjepit di antara 2 selangkangan pria tua yang sangat apek itu. Dinda tak bisa menghirup udara segar, hanya bau kolor apek yang ada di depannya.
“hhhh…”, Dinda langsung mengambil nafas sebanyak-banyaknya setelah Jajang melepaskan kepalanya. Akhirnya dia bisa menghirup udara segar sementara Sardi dan Jajang terkekeh-kekeh melihat Dinda megap-megap. Dinda merasa kesal sekali, padahal dia sudah tak melakukan perlawanan tapi tetap saja dia diperlakukan kasar oleh kedua pria bejat itu.
“non Dinda jangan cemberut gitu dong nang ning ning nang ning nung…hehehe..”, ujar Sardi seperti sedang menghibur anak kecil.
“…”. Dinda hanya bengong saja. Jajang dan Sardi merasa begitu berkuasa melihat anak majikan mereka bersimpuh di hadapan mereka tanpa mengenakan apapun seperti seorang budak yang sedang menunggu perintah selanjutnya dari tuannya.
“nah non Dinda kan udah ngeliatin memeknya..sekarang giliran kita ngasih liat kontol kita HEHEHE”. Secara serempak, Sardi dan Jajang melorotkan kolor mereka masing-masing. Mata Dinda langsung terbelalak. 2 benda yang meloncat keluar dari kolor Jajang dan Sardi sangat mengerikan bagi Dinda. Hitam, berurat, dan kelihatan sangat ‘tebal’. Gadis cantik imut itu bergidik ngeri, dia memang belum pernah melihat alat kelamin lelaki tapi, dia tahu kalau akan menyakitkan jika benda itu sampai masuk ke dalam kemaluannya karena terlalu besar.
“gimana, non ? batang kita berdua gede kan ? dijamin non Dinda bakalan kelepek-kelepek deh HAHAHAHA !!!”.
“eit..mau ke mana, non ? masa abis ngeliat kontol, mau kabur ? tadi diem-diem aja ? ngeri ya ? GAKGAKGAK !!!”, ejek Jajang sambil menahan Dinda agar tetap berlutut.
“jangan takut non..kita nggak bakal maen kasar kok..”, ujar Sardi menenangkan Dinda.
“paling kita sodok memek non Dinda sampe ngilu HAKHAKHAK !!!”, tambah Sardi.
“jangaaan ennggffhhh”.
“jangan ngelawan lagi, non…kalo masih ngelawan, bakal kita lemparin non Dinda ke pangkalan preman di pengkolan depan gang sono biar non Dinda dipake sama preman-preman yang suka maen kasar..non Dinda mau ?”, ancam Jajang.
“hmph mph…”, Dinda mengangguk ketakutan.
“nah gitu dong..nah sekarang non Dinda kocokkin kontol kita”. Sardi menuntun tangan kiri Dinda untuk menggenggam penisnya, sementara Jajang menuntun tangan Dinda yang satunya.
“gi..gi..gimana ?”, tanya Dinda ketakutan. Ancaman Jajang tadi benar-benar efektif menurunkan mental gadis cantik itu.
“ya kocok, non..kayak gini..”, Sardi memberi contoh dengan tangannya. Setelah mendapatkan contoh, Dinda mulai mempraktekkannya. Baik tangan kanan maupun tangan kiri Dinda yang halus itu mulai bergerak naik-turun. Melihat saja belum pernah, apalagi mengocok 2 penis sekaligus seperti sekarang, tak heran gerakan tangan Dinda sangat kaku. Jajang dan Sardi tak terlalu memikirkannya, yang penting, tangan Dinda yang mengocok penis mereka terasa halus.
“ya non ! terus non ! enaakh non !!”. Hanya dalam 1 menitan saja, gerakan tangan Dinda mulai luwes, mengocok penis yang ada di kedua genggaman tangannya dengan lihai. Pemandangan kontras, tangan Dinda yang putih mulus sedang menggenggam 2 buah batang kejantanan yang hitam. Malah, tanpa disuruh, Dinda mengusap-usap kepala penis baik milik Jajang ataupun Sardi dengan jempolnya, memberikan tambahan rasa nikmat ke 2 pria tua itu.Jantungnya berdebar-debar sambil terus mengocokki 2 batang yang keras seperti kayu itu. Entah itu perasaan takut atau malah penasaran, bagaimana bila kedua penis itu benar-benar masuk ke dalam vaginanya.
“ayo non..disepongin juga hehe..”.
“mph…nggak..mau….”. Dinda menutup rapat-rapat mulutnya dan menjauhkan mulutnya dari 2 burung yang mendekatinya.
“eit non…jangan nolak…ntar non Dinda sendiri yang ketagihan deh HEHEHE !!”. Sardi menahan kepala Dinda, dan Jajang menekan kedua pipi Dinda.
“oooggg !!!”, Dinda tersiksa dengan 2 penis yang berusaha masuk ke dalam mulut mungilnya itu.
Seperti tak berperikemanusiaan, Jajang dan Sardi menjejali mulut Dinda dengan penis mereka. Alhasil, Dinda benar-benar tersiksa, mulutnya otomatis terbuka lebar untuk bisa menerima 2 penis yang memaksa masuk ke dalam mulut mungilnya. Hanya kepala penis mereka yang bisa masuk ke dalam mulut Dinda.
“ayo, non..gerakkin lidahnya dong..”.
“oohhh…”. Jajang dan Sardi langsung bergetar saat merasa lidah menyapu lubang kencing berkali-kali.
“emmphhh empphh”. Liar sekali kelihatannya, mulut Dinda dijejali 2 penis yang besar apalagi Dinda terlihat mulai menikmati rasa amis dari batang kejantanan milik supir dan pembantunya itu. Dinda bisa bernafas lega, 2 penis itu keluar dari mulutnya.
“ayo non..non Dinda mau nyepongin yang mana dulu ? KEKEKEKE…”. Sardi dan Jajang ingin memperlukan Dinda dengan membuat gadis imut itu memilih penis mana yang ingin dicicipinya. Dinda menutup matanya, wajahnya memerah, dia sendiri yang menggenggam 2 penis itu dan mendekatkannya ke mulutnya.
“wah non Dinda mau nyepongin kita berdua sekaligus ? HAGHAGHAG !!”.
Dinda hanya bisa menerima ejekan Jajang, kupingnya panas mendengar hal itu, tapi instingnya membuatnya semakin menikmati mengulum 2 kemaluan yang berbeda bentuk dan rasa itu.
“emmm…”. Bagai sudah berpengalaman, Dinda mengemut-emut kepala penis Jajang dan Sardi bergantian, dan kedua tangannya setia mengocok-ngocok kedua batang keras itu.
“oohhhh !!!”. Kuluman dan emutan Dinda sangat mengenakkan bagi Jajang dan Sardi.
“non Dinda udah biasa nyepongin cowok ya? mantep banget sedotannya ooouuhhh !!!”, ejek Sardi. Dinda memang mendengar ejekan Sardi, tapi dia lebih memilih diam dan terus mengulumi 2 ‘tongkat’ sakti yang ada di depannya. Gadis cantik itu malu sekali, tadi dia menolak, tapi sekarang dia sendiri yang begitu aktif mengoral kemaluan Jajang dan Sardi. Aroma jantan dan rasa khas dari alat kelamin 2 pria tua bejat itu serasa bagai ‘narkoba’ bagi Dinda. Semakin dinikmati, semakin enak. Oh, kenapa ? kenapa rasanya aku nggak bisa berenti. kenapa enak banget rasanya?, pikir Dinda.
Benar-benar bagai anak kecil yang disuguhi permen batangan. Dinda kelihatan semakin asik menikmati penis Jajang dan Sardi. Diciumi, dijilati, diemut-emut sambil dikocok-kocok kedua batang itu. Seharusnya, ia bisa memukul selangkangan supir dan pembantunya itu sehingga ia bisa kabur dan selamat dari perkosaan. Tapi, nafsu yang mengaktifkan insting reproduksinya mengatakan kepada anggota tubuhnya untuk memuaskan 2 lawan alat kelaminnya itu. Jajang dan Sardi tentu menikmati kuluman anak majikannya itu. Mereka melecehkan dan mengejek Dinda. Dinda tak bisa membalas.
“eh eh udah non…daripada nyepong terus..mendingan kita maen sodok-sodokan yuk non…HEHEHE !!”. Jajang mencabut keluar penisnya dari mulut Dinda. 2 batang kejantanan itu telah basah kuyup bermandikan air liur Dinda. Jajang dan Sardi mengangkat Dinda dan menaruh tubuhnya di ranjang. Jajang langsung mengambil posisi.
“sori Di..gue duluan yee GAHAHA !!”. Dinda hanya bisa melihat Jajang memposisikan alat kelaminnya, dia sudah pasrah.
“non Dinda tahan ya..pertamanya sakit tapi ntar juga enak kok KEKEKE !!!”.
“eennggghhh saakkiiithh !!!!”, rintihan Dinda saat merasakan rasa nyeri luar biasa pada kemaluannya. Benda tumpul yang sedang masuk perlahan ke liang vaginanya itu serasa akan membelah dua dirinya.
“anjriiit !! pereeet !!!”, teriak Jajang yang kesusahan menyelipkan penisnya masuk ke dalam celah sempit di selangkangan anak majikannya itu. Sementara Dinda merasakan sakit luar biasa seiring otong Jajang yang semakin menusuk ke dalam. Sungguh vagina yang benar-benar sempit dan peret. Proses penetrasi yang paling ‘sulit’ bagi Jajang dan proses paling menyakitkan bagi Dinda.
“ookkhh !!! maantaaabbhhh !!!”, teriak Jajang sambil mengacungkan jempol ke arah Sardi yang sedang menekuk wajahnya, kesal karena keduluan Jajang. Jempol Jajang menandakan kalau vagina anak majikannya benar-benar jempolan dan juara. Bagaimana tidak jempolan, penis Jajang yang sekarang sudah berada seluruhnya di dalam liang vagina Dinda terasa seperti dicengkram kuat dan diremas-remas oleh dinding vagina Dinda.
Jepitan dinding vagina sungguh luar biasa. Batang Jajang terasa diperas-peras. Jajang terdiam bukan untuk membiarkan Dinda beradaptasi dengan penis kelaminnya, tapi dia memang sedang menikmati betapa sempit dan hangatnya liang kemaluan Dinda.
“nnhh !!!”, rintih Dinda, wajahnya menunjukkan kalau dia sedang kesakitan. Penis Jajang yang menyesakki liang vagina Dinda mulai bergerak. Perihnya luar biasa, seperti sikat kawat yang sedang menggosok alat kelaminnya, itu yang dirasakan Dinda. Jajang melihat ke bawah. Batangnya yang keluar 1/2 dari vagina Dinda berlumuran darah. Tentu itu darah perawan dari kemaluan Dinda. Bangga dan puas sekali. Bisa memerawani gadis ABG yang tak hanya cantik dan sexy, tapi juga artis yang tengah naik daun.
“eenn !! enggpphh !!!”, meski Jajang ‘menumbuk’ dengan sangat perlahan, namun rasanya benar-benar pedih. Kuku Dinda pun menancap di punggung Jajang, ekspresi pelampiasan dari rasa sakit yang teramat sangat.
Sungguh rintihan yang sebenarnya memilukan. Penis Jajang terlalu besar bagi vagina Dinda yang sekalipun belum pernah dirojoki batang kejantanan lelaki. Tapi, Jajang tak memikirkan hal itu. Rasanya terlalu nikmat, penisnya serasa seperti diremas, dipijit, dan dikocok sekaligus. Sardi hanya bisa memperhatikan saja. Tubuh putih mulus anak majikannya itu sedang digeluti oleh temannya. Melihat temannya begitu keenakan, Sardi sudah ngaceng berat ingin sekali merasakan belahan yang ada di tengah selangkangan anak majikannya itu.
“emmhh mmmhhh nngghhh”, Dinda mulai merasakan nikmat di sela-sela rasa sakitnya. Vagina Dinda sudah mulai beradaptasi terhadap benda asing yang sedang ada di dalamnya. Gesekan-gesekan di liang vaginanya mulai mengenakkan.
“emmm…uummhh….”, Dinda mulai melirih pelan. Rasa sakit, ngilu, pedih, pokoknya rasa yang tak mengenakkan Dinda kini telah terkikis dan tergantikan dengan rasa nikmat yang semakin lama semakin bertambah.
Jajang tahu kalau gadis imut yang sedang digenjotnya kini mulai merasakan nikmat. Dia mulai menaikkan tempo sodokannya.
“aaahhhh eemmhhh ohhhh uuummhhhh aaahhhhh”, desah Dinda.
“mulai enaak kan, non ? hehehe..”, ejek Jajang mempermainkan psikologis artis menggemaskan itu. Jajang memegangi pinggul Dinda dan menggerakkan pinggangnya memutar.
“aaaahhhmmmm”. Dinda merasa vaginanya seperti diaduk-aduk, sungguh kenikmatan yang luar biasa.
“jawab dong, non…enak kan ??”, jawab Jajang sambil menekan-nekan klitoris Dinda agar gairah gadis muda itu semakin naik dan tak malu-malu untuk menjawabnya.
“iyaaa aahhh, Paakkhh ! enaaakkhhhh oooohhhhh !!!”, erang Dinda. Wajah Dinda terlihat binal sekali, kesan imut itu kini sama sekali tak terlihat. Dia tengah dilanda kenikmatan dari alat kelamin Jajang yang sedang mengaduk-aduk kemaluannya. Memang sudah hakekatnya, batang kejantanan seorang pria bisa memberikan kenikmatan yang luar biasa pada seorang wanita meski pada awalnya si wanita dipaksa.
Tapi, lihat Dinda kini. Dia begitu meresapi nikmatnya tongkat Jajang yang terus menggosoki liang vaginanya. Bahkan, kaki Dinda melingkar erat di pinggang Jajang dan meladeni cumbuan Jajang dengan begitu bergairah serta membiarkan pembantunya itu menyusu pada kedua buah payudara ranumnya. Sardi hanya bisa menahan nafsunya melihat Jajang menggenjot Dinda. Suara desahan Dinda benar-benar membuat Sardi nafsu berat. Tapi, nampaknya Jajang masih ingin berlama-lama menikmati jepitan kemaluan Dinda. Sambil terus mendesah keenakan karena pompaan Jajang di alat kelaminnya, Dinda menengok ke arah Sardi. Tatapannya seakan mengatakan kalau dia juga menginginkan batang kejantanan supirnya itu. Gadis cantik itu sudah dikuasai nafsu birahi, tak memikirkan martabatnya lagi. Di dalam kamarnya sendiri, Dinda yang telanjang bulat tengah digenjot oleh pembantunya, sementara supirnya sedang menunggu giliran untuk menggenjotnya juga. Benar-benar pemandangan yang sangat menggairahkan.
2 pria tua dengan 2 batang kejantanan yang besar dan berurat berada di dalam kamar dengan seorang ABG cantik yang sudah mempasrahkan tubuhnya untuk 2 pria tua itu, benar-benar pemandangan yang tak akan mungkin dipercaya jika tak melihatnya sendiri.
“non Dinda..ganti posisi yuk..”. Jajang memeluk dan mengangkat Dinda perlahan. Dinda langsung memeluk Jajang begitu tubuh montoknya terangkat. Tak hanya takut terjatuh, Dinda juga tak mau alat kelaminnya terpisahkan dengan pentungan Jajang. Dia sedang asyik-asyiknya merasakan kenikmatan luar biasa dari sodokan-sodokan batang Jajang, tentu secara insting Dinda tak mau tongkat pembantunya itu terlepas dari liang vaginanya. Kini Dinda duduk di atas selangkangan Jajang. Tubuh gadis muda dan pria tua itu masih terhubung oleh alat kelamin mereka. Jajang memegang pinggang Dinda dan mulai menyodok-nyodokkan penisnya ke atas untuk menyundul rahim Dinda.
“ooohhhh !! Paaakkhhh !! emmmmhhhh !!!”, sepertinya Dinda tengah mengalami orgasme. Jajang menarik Dinda ke pelukannya dan melumat bibir lembut ABG cantik itu.
Keduanya terlihat begitu bergairah, malah Dinda yang agresif. Dia balas pagutan Jajang sambil menggerakkan pinggulnya maju mundur untuk mengocok penis Jajang yang ada di dalam vaginanya.
“pook pook”, sambil asik terus mencipok Dinda, Jajang meremasi dan menepuk-nepuk bongkahan pantat Dinda yang memang empuk nan kenyal itu dengan sangat gemas. Jajang juga memeluk Dinda dan membenamkan wajahnya sendiri di kedua buntalan daging empuk gadis cantik itu. Benar-benar sempurna tubuh anak majikannya itu, pikir Jajang. Putih mulus, padat berisi, dan proporsional. Belum lagi kedua bongkahan pantat dan kedua buah payudara Dinda yang begitu bulat, kencang, dan kenyal. Sungguh tubuh yang sedap dipandang mata.
“ooohhh oohhh hemmhhh”, Dinda menggerakkan pinggulnya dengan liarnya, maju-mundur, naik-turun, dan berputar. Pokoknya untuk menjaga agar penis Jajang yang mengisi vaginanya terus bergesekkan dengan alat kelaminnya. Jajang menyaksikan pemandangan anak majikannya itu bergoyang di atas penisnya sambil tersenyum.
Tangan Jajang pun asik meremasi kedua buah payudara Dinda. Insting membuat Dinda bergerak dengan begitu liar dan agresif, sama sekali tak terlihat kalau dia baru pertama kali berhubungan intim. Hanya butuh satu batang kejantanan yang kokoh untuk memancing sisi Dinda yang lain. Sisi lain Dinda yang ternyata sangat suka akan rasa nikmat saat mengocok alat kelamin laki-laki dengan kemaluannya.
“argh ! gak tahan lagi gue !”. Sardi langsung naik ke atas tempat tidur dan mendorong Dinda ke depan. Dia sudah tak tahan lagi mendengar desahan dan melihat anak majikannya itu bergoyang liar di atas penis Jajang, dia harus menyodokkan penisnya ke dalam tubuh indah yang ada di atas Jajang itu.
“mau apa, Pak ?!”, tanya Dinda yang merasakan sesuatu pada pintu masuk lubang pantatnya.
“udah gak tahan, non..pengen nyodok pantatnya non Dinda ! HEHEHEHE !!”.
“jangan, Pak !”, Dinda langsung menutupi pantatnya dengan kedua tangannya.
Jajang langsung mengambil kedua tangan Dinda dan menindihnya di bawah punggungnya.
“egh ! jangan, Pak ! aku nggak mau !!”. Rasanya lucu melihat Dinda menolak pantatnya disodomi Sardi jika dilihat dari penis Jajang yang sudah lama menyesakki liang vaginanya. Lagipula, bukan gadis imut itu yang memegang kendali, melainkan Jajang dan Sardi sebab ‘tongkat kendali’ berada di tubuh kedua pria tua itu. Sedangkan, tubuh Dinda hanyalah ‘kapal’ nafsu birahi yang sebentar lagi akan ‘dinahkodai’ oleh 2 orang sekaligus.
“non Dinda tenang aja. lebih enak kok disodok depan belakang..hehehe”, bisik Jajang.
“jangaan, Pak ! jaang…HMMMPPFFHHH !!!”, Dinda menggigit bibir bawahnya dengan kencang. Rasanya luar biasa perih di pantatnya. Seakan lubang pantatnya akan terkoyak.
“HEENNGGHHH !!! AAAKKHHH !!”. Sardi masa bodoh dengan rintihan kesakitan Dinda. Dia terlalu asik mendorong penisnya masuk ke dalam lubang anus Dinda yang sempit luar biasa.
“EEEGGGHHH !”. Air mata keluar dari sela-sela matanya, perih luar biasa.
Nafas Dinda terasa pendek sekali, bagian bawah tubuhnya sungguh tak nyaman. Tak nyaman karena terasa penuh berjejalan. Kedua lubang di bagian bawah tubuhnya disumbat oleh 2 batang penis yang besar. Sardi diam tak bergerak, penisnya sudah tak bisa masuk lagi ke dalam liang anus Dinda. Jajang juga tak menggerakkan ‘tiang’ miliknya. Meski bejat, tapi mereka masih memikirkan anak majikannya yang kelihatan belum beradaptasi. 2 pria tua itu cukup mengerti keadaan Dinda. Gadis imut itu baru pertama kali disetubuhi tapi sudah disodok depan belakang sekaligus, pastilah ‘berat’ baginya. Dinda belum pernah merasakan seperti ini. Bagian bawah tubuhnya benar-benar terasa penuh sesak. Sementara Jajang dan Sardi sedang menikmati betapa hangat dan sempitnya lubang di tubuh anak majikannya, khususnya Sardi. Dinda yang sedang menahan sakit tentu secara alami mengencangkan pantatnya, dan tentu liang anusnya yang semakin mengecil membuat penis Sardi semakin ‘tercekik’ di dalamnya.
Bisa dibilang, posisi Dinda sudah ‘terkunci’. Dengan penis pembantunya yang mengait vaginanya dengan kuat dan penis supirnya yang menancap di liang anusnya dengan kokoh, tentu membuat Dinda tak bisa kabur kemana-mana. Gadis cantik itu tak akan bisa meloloskan diri dari himpitan Jajang dan Sardi selama batang kejantanan Jajang dan Sardi masih nyangkut di 2 lubangnya. Melihat posisinya sekarang, tubuh Dinda bagai jembatan penghubung saja. Jembatan yang menghubungkan antara organ kejantanan Sardi dengan organ kejantanan Jajang. Mendengar irama nafas Dinda yang mulai teratur, Jajang iseng menggerakkan penisnya sedikit.
“aammhh…”, lirih Dinda pelan yang menandakan rasa pedih di pantatnya sudah agak mereda. Jajang mengenyot-enyot payudara kiri Dinda sementara Sardi menciumi tengkuk leher Dinda. Kedua pria tua itu merangsang Dinda agar membuat ABG cantik itu ‘nyaman’ alias rasa sakit dari lubang anusnya yang baru saja diperawani segera hilang.
“non…Pak Sardi mulai yaa..”, bisik Sardi sambil terus menciumi tengkuk leher Dinda.
“pe..pelan..pelan..Paakh”, pinta Dinda pelan.
“iya, non…”. Sesuai permintaan, Sardi menarik penisnya dengan sangat perlahan dan sedikit sebelum mendorong masuk ke dalam lagi. Meski sama-sama kasar dan bejat pada awalnya, tapi Jajang dan Sardi cukup ‘lembut’ juga terhadap Dinda. Mungkin karena Dinda yang tak melakukan perlawanan berarti dan bisa dibilang cukup ‘kooperatif’, Sardi dan Jajang jadi tak mau menyakiti Dinda.
“EMNNG”, erang Dinda masih merasakan nyeri saat penis Jajang dan Sardi mulai bergerak perlahan. Tarik-dorong-tarik-dorong dan seterusnya. Sardi dan Jajang melakukannya dengan sangat perlahan. Mereka tak ingin ABG cantik yang sedang mereka ‘kait’ itu merasa kesakitan.
“uuuhhmmm mmmhhhh aaahhhhh aahhh !!”, desah Dinda. Akhirnya, Dinda mulai merasakan nikmatnya penetrasi ganda. Gerakan batang keras yang bergerak keluar masuk di liang vagina dan liang anusnya sekaligus, memberikan sensasi yang sungguh luar biasa. Jajang terus menggesek vagina Dinda dan Sardi terus menggosok liang anus Dinda.
Jajang
Dinda benar-benar terbuai dengan kenikmatan yang ia rasakan. 2 hari yang lalu, bicara dengan cowok saja ia masih malu-malu, tapi kini dia sedang digarap 2 lelaki sekaligus. Nasib yang sama sekali tak terduga.
“OOOHH PAAKKHH OOOHHHH AAAHHHH !!!!”, erang Dinda melepaskan puncak kenikmatannya. Orgasmenya tentu lebih cepat dari sebelumnya. Sementara Sardi dan Jajang masih tenang ‘menggaruki’ liang vagina dan liang anus Dinda. Kadang saat Jajang mendorong penisnya, Sardi menarik penisnya, dan sebaliknya. Dan kadang, Sardi dan Jajang sama-sama menarik dan sama-sama mendorong penisnya. Variasi gerakan kedua pria tua itu membuat Dinda bahkan lebih cepat orgasme dari sebelumnya. Apalagi saat Sardi dan Jajang menarik penisnya bersamaan, membuat Dinda merasa ditarik ke 2 arah berlawanan secara bersamaan, sungguh sensasi yang benar-benar luar biasa. Jika saja ada yang masuk ke kamar Dinda saat ini, pasti akan langsung tercengang dengan apa yang ada di atas ranjang.
Seorang ABG cantik dengan tubuh yang begitu putih mulus terhimpit di antara dua tubuh hitam, dan 2 penis yang keluar masuk dari depan dan belakang. Gerakan penis Jajang dan Sardi begitu kompak, merojoki tubuh yang ada di tengah-tengah mereka. Desahan Dinda pun begitu lepas, dia benar-benar sedang dilanda kenikmatan. Wajahnya menunjukkan semuanya. Jajang-Dinda-Sardi, ketiganya begitu menikmati persenggamaan mereka. Tak hanya Sardi dan Jajang, Dinda juga tak ingin kenikmatan yang sedang dirasakannya berakhir. Kalau saja Dinda tahu kalau ‘diperkosa’ 2 pria sekaligus rasanya senikmat seperti sekarang, pasti Dinda sudah meminta supir dan pembantunya itu untuk menyenggamainya sedari dulu.
“AAH AAH NONNHH !!! AAAAKHHHHH !!!! CRROOTT !! CRROOOT CROOOTT !!!!”. Jajang menusukkan penisnya ke atas sampai mentok di vagina Dinda untuk ‘menembak’ sel telur Dinda dalam jarak sedekat mungkin. Letupan sperma Jajang sangat kuat. Lebih dari 5x letupan sperma ditembakkan Jajang, menghangatkan rahim dari anak majikannya itu.
“mmmm”. Dinda merasakan rasa hangat di rahimnya. Rasa hangat yang membuat alat kelaminnya terasa begitu nyaman.
“Di angkat non Dinda…”. Tanpa mencabut keluar penisnya dari anus Dinda, Sardi mendekap tubuh Dinda dan mengangkatnya dari atas Jajang. Jajang langsung menyingkir.
“emmhhh mmhhh”. Sungguh terlihat seksi saat Dinda bertumpu pada lututnya di atas tempat tidur sementara tangan supirnya melingkar di pinggangnya. Apalagi saat Dinda menengok ke belakang agar Sardi bisa mencumbu bibirnya sambil terus disodomi di pantatnya oleh supirnya itu. Seperti adegan seksual yang biasa ditampilkan di film-film biru. Tangan Sardi pun asik meremas-remas kedua kemasan susu Dinda yang membusung ke depan karena posisinya yang sekarang. Jajang menyaksikan Dinda yang begitu menikmati berciuman sambil disodomi Sardi. Terlihat sensual sekali anak majikannya itu. Tanpa disuruh, Dinda menurunkan bagian atas tubuhnya. Kini, dia bertumpu pada kedua lutut dan tangannya. Posisi yang sangat jelas memberi sinyal kepada Sardi.
Sinyal yang memberi tahu kalau ABG imut itu ingin disodok sekuat-kuatnya dari belakang.
“OOOHHH !!! TEERUUSSHH PAAKKHHH !!! OOOHHHH !!! YEESSHHH !!!”. Sardi semakin nafsu menghentak-hentakkan penisnya setelah mendengar suara desahan Dinda. Mulai dari menarik kedua tangan Dinda, mendekap tubuh Dinda, dan berpegangan pada pinggang Dinda, semuanya Sardi lakukan agar bisa menyodok anus Dinda sekuat-kuatnya.
“pook !! pook !! pokk !! pook !!!”, suara tumbukan antara selangkangan Sardi dengan kedua bongkahan pantat Dinda yang montok itu. Tak hanya Sardi yang ‘bekerja’, tapi Dinda juga melakukan umpan balik yang sangat membantu. Saat Sardi menusukkan penisnya maju, Dinda memundurkan pantatnya. Benar-benar gerakan yang padu dan harmonis bagi 2 insan yang umurnya terpaut jauh itu.
“oooh ohhh oohhh”. Desahan mereka berdua saling bersahut-sahutan, mereka berdua bermandikan keringat mereka masing-masing.
“PAAAKKKHHH !!!!!!”.
“NOONNNHHH !!!”. Tubuh mereka berdua sama-sama mengejang dan kaku.
Dari kepala sampai pangkal penis Sardi semuanya terkubur dalam di anus Dinda. Rasa hangat kini dirasakan Dinda di liang anusnya juga. Vaginanya terasa hangat juga. Campuran darah + cairan vagina + sperma Jajang meleleh keluar dari vagina Dinda. Sardi mencabut penisnya, puas sekali rasanya.
“hhh hhh”. Bagai robot kehilangan sumber tegangan, tubuh Dinda langsung ambruk dan telungkup di atas tempat tidur. Benar-benar lelah sekali rasanya, seperti habis lari 10 km, perasaan Dinda. Padahal tadi sama sekali tak terasa lelah. Nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran dimana-mana namun Dinda merasa hangat dan nyaman di liang vagina dan anusnya. Dinda menengok ke belakang saat merasa kedua bongkahan pantatnya diremas-remas.
“non, Pak Jajang nyobain pantatnya ya, tadi kan belom HEHEHE”.
“mmhh..”, jawab Dinda dengan suara lemah. Tentu dia tahu, dia tak bisa menolak pembantunya itu. Kondisinya yang lemah dan juga ada keinginan untuk lagi membuat Dinda pasrah terhadap apa yang akan dilakukan supir dan pembantunya yang kelihatannya akan ‘berdiri tegak’ secara bergantian.
Seharian itu, Jajang dan Sardi memaksa Dinda untuk melayani nafsu bejat mereka terus menerus. Kedua pria tua mesum itu ternyata memiliki stamina seperti kuda liar. Tenaga mereka seakan tak habis-habis untuk ‘menjajah’ tubuh semok anak majikan mereka itu, tongkat mereka seakan tak mau beristirahat, selalu bisa berdiri kembali setelah istirahat beberapa menit saja. Entah mereka benar-benar perkasa, menggunakan obat kuat, atau punya ajian tertentu. Dinda pun secara mengejutkan juga mempunyai stamina yang luar biasa untuk wanita yang baru pertama kali berhubungan intim. Meski dia sudah sangat lemas sampai tak bisa mendesah, tapi setidaknya dia masih sadar meskipun Jajang dan Sardi terus menerus menggempurnya secara bergantian. Memang tak masuk akal, namun sampai malam mereka bertiga masih asik berpesta sex. Jajang dan Sardi begitu ketagihan dengan liang vagina Dinda yang luar biasa sempit, dan anusnya apa lagi, lebih sempit. Rasa nikmat yang berkelanjutan tentu membuat perubahan psikologis pada Dinda.
Kini, artis imut itu malah menyukai saat benda tumpul Jajang atau Sardi masuk ke dalam tubuhnya, mengisi relung vagina atau anusnya. Akhirnya mereka bertiga tertidur, tak kuat lagi. Sungguh hari yang menyenangkan dan memuaskan bagi Jajang dan Sardi, penis mereka sudah kering kerontang, isinya kini ada di dalam tubuh anak majikan mereka, membanjiri rahim dan anusnya serta membasahi tenggorokannya. Dan untuk Dinda, entahlah, hari yang menyenangkan juga atau hari paling sial baginya. Tapi, wajah Dinda terlihat ‘lega’ dan lepas. Saking banjirnya rahim Dinda, lelehan-lelehan cairan terus keluar dari vagina Dinda. Kalau Dinda sampai hamil, mungkin mereka bertiga pun takkan tahu siapa ayahnya sebab kedua pria tua itu sama-sama ikut ambil bagian dari proses pembuatannya dan sama-sama ‘menanam saham’ di rahim Dinda berkali-kali. Satu hal yang pasti, sperma Jajang dan Sardi tercampur dengan rata di dalam rahim Dinda. Selama tertidur, sperma-sperma Jajang dan Sardi sedang berusaha menjebol pertahanan rahim gadis cantik itu.
Dinda membuka matanya, sepertinya sudah pagi. Dia baru sadar kalau ada dua buah tangan di kedua buah payudaranya. Kedua tangan itu pastilah tangan Sardi dan Jajang. Kemarin, seharian, artis imut itu dijajah habis-habisan oleh 2 pria tua itu. Karena memang cuma bertiga, Sardi dan Jajang bisa puas menggumuli Dinda, menikmati tubuh sintalnya tanpa takut ketahuan orang tua gadis imut itu. Daerah intim Dinda sudah benar-benar berantakan. Noda-noda putih yang telah mengering seakan-akan menjadi hiasan selangkangan Dinda. Selama sehrian penuh kemarin, Dinda harus melayani 2 pria yang telah menjadikannya sebagai budak seks. Bahkan Dinda sama sekali tak bisa turun dari tempat tidurnya kecuali ke kamar mandi, itu pun digendong Jajang atau Sardi. Dia terus dicabuli kedua pelayannya. Sardi dan Jajang tak membiarkan anak majikannya yang imut itu kemana-mana. Dinda tak bisa kabur, jika Dinda beralasan lapar atau haus, Sardi akan turun mengambilkannya sementara Jajang menindih dan mencumbui Dinda sehingga gadis cantik itu tak bisa melarikan diri.
Dinda memegang perutnya, entah sudah berapa liter sperma yang telah menggenang di rahimnya. Dinda sama sekali tak bisa membayangkan kalau dia sampai hamil. Anehnya, pikiran Dinda bukan takut apa yang akan terjadi pada kehidupannya. Tapi, dia berpikir siapa ayahnya ? tak mungkin dia mengetahui siapa yang telah menghamilinya. Apakah nanti dia akan mempunyai 2 orang suami ?, pikir Dinda yang malah memancing gairahnya. Seharian penuh ‘diguncang’ 2 pria perkasa sepertinya mulai mengubah Dinda.
“Pak Jajang, Pak Sardi bangun dong”.
“ha ? emm ? apa ? siapa ? kenapa ?”.
“ha ? apaan sih ?”.
“bangun, udah pagi nih”, ujar Dinda yang anehnya terdengar agak manja.
“ha ? iyaa..”. Tapi mereka berdua sama sekali tak bergerak. Dinda pun menyingkirkan tangan Jajang dan Sardi dari kedua buah payudaranya. Dia turun dari ranjang dan menuju kamar mandi.
Berbeda sekali, hawa kamar mandi dengan hawa kamarnya. Di kamar mandinya, Dinda mencium aroma segar dan wangi, namun di kamarnya, aroma alat kelamin dan persetubuhan begitu kental. Sambil mandi dan membersihkan tubuhnya, Dinda mengingat-ingat apa yang telah terjadi kemarin.
“ayo dong, bangun”. Mencium aroma harum, Sardi membuka matanya perlahan. Dan ketika melihat sesosok tubuh putih mulus di ambang pintu kamar mandi, mata Sardi langsung terbuka lebar. Dinda tersenyum ketika Sardi melongok memandangi tubuhnya.
“Jang ! Jang ! bangun, Jang !”.
“ha ? apaan sih ?”.
“noh liat !”. Jajang juga melongok melihat Dinda yang berdiri di ambang pintu kamar mandi tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh sintalnya. Meski sudah melihat tubuh telanjang Dinda kemarin, tapi melihat gadis cantik itu berdiri tanpa mengenakan apapun dan tanpa malu-malu adalah sebuah pemandangan yang benar-benar sempurna untuk sebuah pagi cerah bagi Jajang dan Sardi.
“wah, non Dinda udah mandi nih ?”.
“iyaa..”, jawab Dinda sambil tersenyum.
“oh iyaa..sekarang hari senin..non Dinda mesti berangkat sekolah..”. Meski kurang ajar telah membuat Dinda melayani nafsu bejat mereka semalaman kemarin, tapi Jajang dan Sardi masih sadar kalau harus melayani anak majikannya itu untuk berangkat sekolah.
“enng..aku gak mau sekolah hari ini…”.
“lho ? kenapa, non ?”.
“enngg…akuu..akuu..”, Dinda menggigit bibir bawahnya. Gelagat artis imut itu tentu ‘mengundang’ Jajang dan Sardi untuk mendekatinya. Dengan kompak, Jajang dan Sardi masing-masing menggenggam bongkahan pantat Dinda yang empuk nan kenyal itu.
“jangan-jangan non Dinda mau kita entotin lagi kayak kemaren ya ?”, tanya Sardi yang pikirannya sudah sangat penuh dengan pikiran mesum terhadap anak majikannya yang cantik itu. Dinda mengangguk perlahan, wajahnya agak memerah, dia merasa malu untuk mengakuinya.
“jadi non Dinda mau bolos supaya bisa ngelayanin kita di ranjang ya ? hehe”, ujar Jajang melecehkan Dinda.
“mm..iyaa”, jawab Dinda, menambah warna merah di wajahnya.
“non Dinda suka kita entotin ?”.
“hm mh”. Tubuh Dinda justru terasa menghangat mendengar lecehan-lecehan Jajang dan Sardi yang merendahkan dirinya.
“berarti mulai sekarang non Dinda harus mau kita entot kapan aja n’ dimana aja kita mau..”.
“iyaa, Pak…”, jawab Dinda yang mulai terangsang. Jajang dan Sardi asik mengendusi tubuh sang gadis bertubuh sintal nan berkulit putih mulus. Aroma tubuh Dinda yang segar dan harum tentu membangkitkan gairah 2 pria tua itu dengan sangat cepat. Senjata mereka berdua juga sudah sangat siap. Bukan siap untuk menjajah lagi, tapi mungkin, lebih tepat jika dikatakan siap ‘mengawal’ sang artis imut bernama Dinda Kirana di atas singgasananya alias ranjangnya yang sudah awut-awutan dan noda sperma dimana-mana. Namun di tempat itulah, 2 orang pria tua dan seorang gadis muda merasa nyaman untuk merasakan nikmatnya dunia. Kali ini, Dinda melayani Jajang dan Sardi dengan sepenuh hati, tak segan-segan memberikan tubuhnya kepada pembantu dan supirnya itu. Dan hari itu, seperti kemarin, Dinda lalui tanpa turun dari ranjang, tapi kali ini, atas kemauan Dinda sendiri. Dan mungkin hari-hari selanjutnya akan seperti itu jika keadaan memungkinkan sebab Dinda kini sudah bertekad bulat untuk menyediakan rahimnya untuk Jajang dan Sardi. Dihamili Jajang dan Sardi merupakan keinginan terbesar Dinda saat ini. Desahan mulai terdengar lagi dari kamar gadis imut itu seketika Jajang dan Sardi mulai menggumulinya lagi. Keesokan harinya, Dinda terbangun karena alarmnya, jam setengah 6 pagi. Jajang mendekap gadis cantik itu dari belakang dan Sardi memeluknya dari depan. Baik 2 pria tua itu maupun si artis cantik sama-sama tak mengenakan pakaian apapun. Sejak dari minggu pagi sampai selasa pagi, tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuh seksi Dinda, semuanya terbuka, bebas untuk digeluti oleh kedua pejantannya, siapa lagi kalau bukan Jajang dan Sardi. Sang pemerkosa Dinda yang malah jadi ‘majikan’ Dinda sejak pagi kemarin.
“Pak Jajang, Pak Sardi, bangun..”, ujar Dinda dengan suara yang begitu lembut dan manja seperti seorang istri yang sedang membangunkan suaminya. Tapi, untuk kasus Dinda, istri yang sedang membangunkan suami-suaminya.
“udah pagi ya, non ?”.
“iyaa, Pak..ayo dong, bangun, aku kan mau sekolah..”.
“iya, non..”. Jajang dan Sardi melepaskan pelukannya. Dinda pun bangun dan menuju kamar mandi. Sama halnya seperti kemarin, dia berjalan dengan agak tertatih-tatih. Selama 2×24 jam, meskipun tak terus menerus, alat kelamin dan duburnya disodok oleh 2 benda tumpul yang tergolong besar dan keras, tak mungkin jika selangkangan artis imut yang baru merasakan nikmatnya proses reproduksi itu tak terasa ngilu. Dinda keluar kamar mandi, Jajang dan Sardi sudah tak ada, begitu juga dengan sprei, selimut, bantal, dan juga gulingnya sudah tak ada di ranjangnya. Dinda memakai seragam sekolahnya. Akhirnya, setelah melalui 2 hari tanpa pakaian, dia bisa merasakan betapa hangatnya jika memakai pakaian. Dinda keluar dari kamar dan menuju ruang makan.
“non, sarapan udah siap”, ucap Jajang.
“iyaa, Pak. makasih yaa..oh iyaa, Pak..seprei, selimut, bantal sama guling di cuci yaa ?”.
“iya, non..abisnya bau sih hehe”.
“ntar sekalian dikasih pewangi ruangan yaa, Pak ?”.
“emangnya kenapa, non ?”.
“masih bau, Pak ?”.
“bau apa, non ?”, goda Jajang.
“..engg…”.
“bau apa, non ? Pak Jajang nggak ngerti ?”.
“mm..bau…”. Wajah Dinda menjadi merah, dia menatap ke bawah. Dia tahu kata apa yang mesti diucapkan, tapi rasanya malu sekali untuk mengatakannya, masalahnya dia belum pernah mengucapkannya. Dan dia tahu kalau Jajang sedang melecehkannya, menggodanya, dan memaksanya secara halus untuk mengatakan ‘kata’ itu.
“bau apa sih non ?”, Jajang tersenyum licik.
“nng..ba..bau peju..”, ucap Dinda cepat, wajahnya merah bagai tomat.
“oh bau peju..bilang dong, non HAHAHA !! iya, ntar Pak Jajang semprot pake pewangi ruangan”. Anehnya, dilecehkan seperti itu, Dinda serasa tak bisa marah kepada Jajang, dia hanya bisa menahan rasa malunya, menerima pelecehan dari Jajang.
“Pak Jajang, aku berangkat sekolah dulu yaa”. Tiba-tiba Jajang langsung menarik Dinda ke pelukannya dan melumat bibirnya.
“emmhh mmhhh uummmhhh”. Dinda seakan tak bisa menolak, dia membiarkan pembantunya itu melumat bibirnya sesukanya.
Dengan leluasa, Jajang menyedot bibir anak majikannya yang cantik jelita itu sambil asik meremasi pantat Dinda juga.
“ccpphh sspphh”. Lidah Jajang menyelip masuk ke dalam mulut Dinda dengan mudahnya.
“Pak..aku..mau..berangkat…”, ucap Dinda terputus-putus saat Jajang mengecupi bibirnya.
“oh iya, non..hehe..maaf, Pak Jajang lupa hehe..”. Dinda tersenyum dan mengelap mulutnya yang berlumuran air liur Jajang dengan tisu dari meja makan. Dinda sebagai anak yang punya rumah seolah tak punya rantai komando lagi di rumahnya sendiri karena peristiwa yang baru saja terjadi menegaskan kalau Jajang dan Sardi lah yang berkuasa sedangkan Dinda lah yang menjadi ‘pelayan’nya. Buktinya, tadi Jajang bisa mencumbu bibir anak majikannya itu tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun.
“non Dinda, pulang sekolah langsung pulang ya ?”.
“kenapa, Pak ?”.
“Pak Jajang udah kangen ngeliat non Dinda nggak pake baju hehe”, bisik Jajang sambil meniup telinga Dinda. Dinda pun tersenyum malu mendengar kata-kata pembantunya itu yang sebenarnya sangat merendahkan dirinya sebagai anak majikan.
“ayo, Pak. kita berangkat..”.
“non Dinda duduk di depan dong..”. Tanpa sadar, Dinda menuruti Sardi yang sebenarnya memberi perintah kepadanya.
“aneh rasanya..”, celetuk Sardi saat menyetir.
“aneh kenapa, Pak ?”.
“aneh ngeliat non Dinda pake baju lagi KEKEKE !!”. Memang enak sekali melecehkan ABG cantik yang menerima semua lecehan dan tak marah, itulah yang dirasakan Jajang dan Sardi sebab anak majikannya itu hanya tertunduk malu dan tak pernah marah walau dilecehkan seperti apapun. Contohnya, kemarin, Dinda menjilati kaki Sardi atas perintah Sardi dan menjilati ketiak Jajang atas perintah Jajang. Semua hal mesum yang pernah dilihat dan didengar Jajang dan Sardi dipraktekkan kepada artis imut itu.
Bagi 2 pria tua seperti Jajang dan Sardi, bisa ‘menguasai’ gadis ABG yang berwajah cantik, bertubuh sexy, dan juga berstatus artis adalah sebuah mimpi yang jadi kenyataan. Dan untuk Dinda, entahlah, apa dia harus merasa sedih atau bagaimana menjadi budak seks bagi 2 pelayannya sebab kata-kata dan perintah cabul dari Sardi dan Jajang yang melecehkannya malah menimbulkan rasa geli dan memancing gairahnya. Dinda sendiri tak tahu telah jadi apa dirinya, pokoknya dia merasa begitu bergairah saat Jajang dan Sardi melecehkannya.
“Pak Sardi, nanti jemput kayak biasa yaa..”.
“iya, non..tapi tunggu dulu, non..”. Sardi menahan tangan Dinda.
“a..”. Belum sempat berkata, bibirnya langsung disambar supirnya itu.
“mmm emmm”. Seperti tadi di rumah, Dinda tak kuasa menolak cumbuan Sardi yang semakin ganas melumat bibir lembut Dinda. Bibir Dinda memang sangat lembut, tak heran Jajang dan Sardi begitu ketagihan mencumbunya. Bagai lupa segalanya, Dinda malah membalas lidah Sardi, lidah mereka berdua pun saling melilit.
Saat Sardi menarik bibirnya, Dinda malah memajukan mulutnya bagai mencari-cari bibir Sardi.
“non Dinda..enak yaa dicipok Pak Sardi ? KEHEHEHE !!”. Dinda tersadar, matanya terbuka, dan mengulum bibir bawahnya, malu karena memang benar dia menikmati percumbuan tadi. Dinda melihat ke jamnya, jam 06.50.
“aduh, Pak..aku telat..”. Dinda langsung keluar dari mobil dan berlari menuju gerbang sekolah. Saat dia di depan gerbang, dia baru ingat kalau mulutnya basah oleh air liur Sardi sehabis ciuman tadi. Untungnya, dia bawa tisu, dia langsung mengeringkan mulutnya sebelum melewati gerbang sekolah yang sebentar lagi akan ditutup. Seharian, setiap kali Dinda menelan ludah sekedar untuk membasahi tenggorokannya, pasti ada rasa sperma di tenggorokannya. Mungkin karena seharian kemarin, Jajang dan Sardi tak hanya menumpahkan mani mereka ke rahim dan anus Dinda, tapi juga mencekoki gadis imut itu untuk meminum cairan hina dari alat kelamin mereka berkali-kali sampai sang artis cantik selalu merasa seperti sedang menelan sperma. Dinda agak berhati-hati mengobrol dengan teman-temannya, takut mereka bisa mencium aroma sperma dari nafasnya. Melihat tingkah Dinda yang sama seperti hari biasanya, pastilah tak ada yang menduga.
Benar, pasti tak akan ada yang menduga alasan sebenarnya kenapa gadis berparas imut itu tak masuk sekolah kemarin. Bukan karena sakit seperti yang ia bilang, melainkan karena ia sibuk melayani nafsu bejat supir dan pembantunya di atas ranjangnya sendiri seharian. Teman-teman Dinda yang berwajah tampan, kaya, maupun yang pintar hanya bisa melihat tubuh indah Dinda dalam mimpi dan fantasi mereka sama seperti para fans Dinda. Sedangkan Jajang dan Sardi yang tak ayal hanyalah 2 orang pria yang sudah tua, hidup pas-pasan, dan tak sampai mengenyam bangku SMA, mereka bisa melihat tubuh seksi Dinda tanpa ditutupi sehelai benang pun. Bahkan, mereka bisa menyuruh artis berwajah imut nan polos itu apa saja termasuk menari striptease khusus untuk mereka berdua. Sekolah pun usai, namun tak seperti biasa, Dinda sama sekali tak merasa lelah, tubuhnya terasa segar-segar saja, meski memang, rasa ngilu selalu muncul di selangkangannya setiap ia berjalan cepat. Sekolah hari itu pun terasa ‘ringan’ bagi Dinda, dia juga tak tahu mengapa.
Langganan:
Postingan (Atom)